Pakar IPB University: 99 Persen Produksi Pangan Indonesia Adalah Pertanian Rakyat

Pakar sekaligus Dekan Fakultas Pertanian IPB University, Prof Suryo Wiyono, menyebut bahwa 99 persen produksi pangan di Indonesia berasal dari pertanian rakyat. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa keberhasilan program swasembada pangan sangat bergantung pada partisipasi aktif petani.
“Partisipasi petani sangat penting untuk keberhasilan berbagai program yang berkaitan dengan kedaulatan pangan dengan memerhatikan tiga aspek utama, yaitu keberhasilan, keberlanjutan, dan resiliensi,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University belum lama ini.
Prof Suryo menekankan bahwa kebijakan pertanian harus lebih berpihak kepada petani dan tidak hanya terjebak dalam birokrasi yang menghambat inovasi di lapangan. Ia mengajak para pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam menciptakan sistem pertanian yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Senada dengan itu, Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, Prof Ernan Rustiadi menyebut petani di Indonesia merupakan pelaku utama dalam sistem produksi pangan di Indonesia, berbeda dengan negara lain yang lebih bergantung pada agribisnis skala besar.
“Oleh karena itu, petani harus berperan sebagai subjek dalam kebijakan pangan, bukan hanya sebagai objek,” sebutnya. Ia juga menekankan pentingnya pemberian imbal jasa yang adil kepada petani agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Said Abdullah, SP, MSi sebagai moderator webinar ini menegaskan bahwa swasembada pangan tidak hanya berbicara tentang peningkatan produksi, tetapi juga mencakup aspek kedaulatan petani kecil yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
“Dari 28 juta keluarga petani di Indonesia, sekitar 14 juta di antaranya merupakan petani skala kecil. Oleh karena itu, kebijakan yang berpihak pada petani kecil menjadi kunci dalam mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan,” tegasnya.
Dalam webinar #TNCTalksE09 ini, Prof Hermanu Triwidodo selaku Kepala TNC IPB University juga menegaskan pentingnya diversifikasi pangan dengan menekankan bahwa swasembada pangan tidak hanya bertumpu pada beras, tetapi juga pada komoditas lain, seperti sorgum dan padi gogo.
Jangan Lupakan Kearifan Lokal
Maria Loretha, seorang petani dari NTT, menyoroti pentingnya kearifan lokal dalam pertanian. Ia menegaskan bahwa petani tidak sekadar produsen pangan, tetapi juga penjaga tradisi dan keanekaragaman hayati.
Maria menceritakan bagaimana kehidupan petani di Pulau Adonara yang masih mempertahankan tradisi konsumsi jagung lokal dan sorgum sebelum panen besar. Sekolah Agro Flores yang ia dirikan juga mengajarkan metode pertanian organik berbasis kearifan lokal, seperti penggunaan pupuk alami dan sistem rotasi tanam.
“Petani harus menjadi inovator dalam menghadapi tantangan iklim dan keterbatasan sumber daya. Petani juga memiliki potensi untuk menciptakan solusi sendiri yang sangat relevan dengan kondisi lokal,” ucapnya.
“Sesungguhnya, merekalah profesor sejati yang memiliki ilmu mempertahankan benih dan lahan, mengatur sirkulasi tanaman, hingga menjaga keberlanjutan itu,” tandas Maria.
Apni Olivia Naibaho, pendiri Siantar Sehat, berbagi pengalaman dalam mengembangkan pertanian organik di Sumatera Utara. Ia mendirikan Siantar Sehat pada 2013 dengan tujuan mengubah stigma bahwa petani identik dengan kemiskinan.
Menurut Apni, pertanian organik adalah solusi bagi petani untuk lebih mandiri dan berdaulat atas tanah serta pupuk yang digunakan. Ia mengajarkan para petani cara membuat pupuk organik dari bahan alami, seperti cangkang telur, serabut kelapa, dan limbah ikan. Selain itu, ia juga memperkenalkan model pemasaran digital yang memungkinkan hasil panen terjual langsung ke konsumen melalui platform online.
Apni menekankan bahwa pertanian organik bukan sekadar metode bertani, melainkan juga sebuah gerakan menuju kemandirian pangan. Ia menutup sesi dengan pernyataan kuat, “Jika ingin mewujudkan swasembada pangan, maka pertanian organik adalah solusinya.”