Mager Seharian Meningkatkan Risiko Kematian? Ini Kata Dosen Fakultas Kedokteran IPB University

Gaya hidup mager alias malas gerak ternyata bukan cuma bikin badan pegal. Lebih dari itu, duduk terlalu lama bisa memicu berbagai masalah kesehatan serius, bahkan meningkatkan risiko kematian dini. Hal ini diungkapkan oleh Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, dr Widya Eka Nugraha, MSiMed.
“Gaya hidup sedenter (sedentary lifestyle) atau yang biasa disebut mager berbeda dengan inaktivitas fisik biasa. Ini adalah kondisi ketika seseorang bahkan tidak melakukan aktivitas ringan,” jelas dr Widya.
Aktivitas fisik bisa diukur lewat satuan METs (metabolic equivalents). Jika suatu aktivitas memiliki nilai METs kurang dari atau sama dengan 1,5, maka tergolong aktivitas sedentary (lembam). Contohnya yakni, duduk, rebahan, atau menonton TV tanpa gerak.
Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan satuan METs (metabolic equivalents). Jika aktivitas memiliki nilai METs ≤ 1,5 maka tergolong dalam kategori sedentary (lembam). Contoh aktivitas ini meliputi duduk dalam waktu lama, rebahan, atau menonton televisi tanpa bergerak.
“Seseorang disebut punya gaya hidup sedenter kalau lebih dari 50 persen waktu bangunnya (± 6 jam) dihabiskan hanya untuk duduk atau aktivitas sejenis,” jelasnya.
Yang mengejutkan, studi terbaru menunjukkan bahwa duduk lebih dari 15 menit dalam satu sesi sudah meningkatkan risiko kematian, dibandingkan duduk kurang dari 10 menit per sesi duduk.
Bahkan, orang yang rutin olahraga pun tetap berisiko jika duduk terlalu lama tanpa jeda. Maka dari itu, seseorang yang duduk lebih dari 1 jam per sesi tetap meningkatkan risiko kematian.
“Intinya, kita harus jeda aktivitas duduk dengan gerakan ringan seperti berdiri dan berjalan (brisk walk) sebentar,” tuturnya.
Secara umum, lanjut dr Widya, ada beberapa mekanisme yang berkaitan antara duduk terlalu lama dan masalah kesehatan.
Duduk dalam waktu lama menyebabkan rendahnya METs sehingga metabolisme tubuh menjadi tidak terlalu aktif. Selain itu, duduk terlalu lama juga menyebabkan otot-otot tubuh melemah dan mengurangi massanya.
“Apabila semua hal tersebut terjadi dalam waktu lama, maka akan menyebabkan penumpukan kadar gula dalam darah, kadar kolesterol darah, aliran darah menjadi kurang lancar, melemahkan otot, hingga meningkatkan risiko kepikunan (demensia) dan kematian dini,” ungkapnya.
Lalu, apa solusinya?
“Usahakan tetap aktif. Kalau bisa berdiri, jangan duduk. Gunakan standing desk, naik sepeda daripada motor, berdiri di angkutan umum, dan gabung komunitas olahraga,” sarannya.
Tak hanya itu, dr Widya juga menyarankan untuk menyediakan sarana pendukung agar tubuh tetap aktif seperti sepatu olahraga, alat workout sederhana, hingga pakaian nyaman untuk bergerak.
“Pada dasarnya, tubuh kita memang diciptakan untuk aktif. Jadi, ayo bergerak, jangan terus-menerus mager,” ucapnya. (dr)