Terus Berulang, Dosen IPB University Ungkap Penyebab Kenaikan Harga Cabai di Bulan Ramadan

Terus Berulang, Dosen IPB University Ungkap Penyebab Kenaikan Harga Cabai di Bulan Ramadan

Terus Berulang, Dosen IPB University Ungkap Penyebab Kenaikan Harga Cabai di Bulan Ramadan
Berita / Riset

Memasuki pekan pertama Ramadan, harga cabai di sejumlah wilayah dilaporkan meningkat tajam. Di Mataram (27/2) dan Manado (2/3), harganya bahkan sudah menembus Rp120.000 per kilogram.

Menurut dosen Departemen Agribisnis IPB University, Dr Dwi Rachmina kenaikan harga cabai saat ini dipengaruhi oleh kombinasi beberapa faktor, salah satunya permintaan yang tinggi.

“Terdapat beberapa faktor utama kenaikan harga cabai menjelang Ramadan. Pertama, karena adanya peningkatan permintaan. Menjelang Ramadan, konsumsi masyarakat terhadap cabai meningkat signifikan karena cabai merupakan bahan utama dalam banyak masakan khas Indonesia,” ungkap Dr Dwi.

Kedua, lanjutnya, cuaca ekstrem seperti curah hujan tinggi atau kemarau panjang dapat memengaruhi produksi cabai. Tanaman cabai sensitif terhadap kondisi cuaca, dan curah hujan yang berlebihan. Akibatnya, pasokan cabai berkurang, sementara permintaan meningkat, yang berkontribusi pada kenaikan harga.

“Ketiga, keterlambatan pengiriman atau kurangnya pasokan di daerah tertentu, dapat menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga. Panjang dan kompleksnya rantai distribusi cabai, serta biaya logistik yang tinggi, dapat menyebabkan disparitas harga antara produsen dan konsumen,” tegasnya.

Diakui Dr Dwi, pengaruh musim dan kondisi cuaca serta panjang dan tidak efisiennya rantai pasok cabai menjadi faktor penyebab fenomena kenaikan harga ini terus berulang setiap tahunnya. Ditambah lagi teknologi pascapanen yang masih sangat terbatas.

Ia juga menyatakan bahwa kenaikan harga cabai berdampak terhadap stabilitas inflasi. “Harga cabai yang stabil merupakan harapan kita semua dan dapat mempengaruhi stabilitas inflasi karena harga cabai termasuk penyumbang inflasi,” tuturnya.

Lebih lanjut, kontribusi harga cabai terhadap inflasi bervariasi tergantung pada kondisi pasar, musim, dan gejolak harga yang terjadi. Cabai dapat menyumbang 0,15-0,20 persen inflasi bulanan.

“Dalam konteks inflasi pangan, cabai sering menjadi penyumbang utama, dengan kontribusi mencapai 20-30 persen dari total inflasi pangan,” paparnya.

Bagi konsumen, Dr Dwi memaparkan, kenaikan harga cabai menyebabkan pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan meningkat. “Hal ini berdampak pada konsumen dari kelompok berpenghasilan rendah, yang proporsi pengeluaran untuk makanan lebih besar dibandingkan kelompok berpenghasilan menengah dan tinggi,” ulasnya.

Kenaikan harga cabai, lanjut dia, juga berdampak terhadap industri dan pedagang makanan seperti warung makan, restoran, dan penjual makanan kaki lima. Mau tidak mau, pedagang akan mengurangi porsi cabainya, jika tidak menaikkan harga jual. “Hal ini dapat mengurangi daya saing dan keuntungan mereka,” tutur Dr Dwi.

“Oleh karena itu, stabilisasi harga cabai sangat penting untuk mengendalikan inflasi, terutama di negara-negara seperti Indonesia di mana cabai merupakan bahan rempah utama dalam konsumsi sehari-hari,” simpulnya.

Menurutnya, untuk menjaga stabilitas harga cabai memerlukan strategi yang komprehensif dan terintegrasi dari hulu (produksi) sampai hilir, yaitu petani, kelembagaan petani, pedagang atau swasta, termasuk pemerintah.

“Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi jangka panjang seperti peningkatan produksi, pembangunan infrastruktur, akses informasi pasar, dan penguatan rantai distribusi,” pungkasnya. (Lp)