Remaja Rentan Terhadap TBC, Dosen FK IPB University Ungkap Alasannya

Remaja Rentan Terhadap TBC, Dosen FK IPB University Ungkap Alasannya

Remaja Rentan Terhadap TBC, Dosen FK IPB University Ungkap Alasannya
Berita / Riset

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC biasanya menyerang paru, tetapi juga dapat mempengaruhi bagian tubuh lain seperti otak, ginjal, atau tulang belakang. TBC juga bisa menyerang beberapa bagian tubuh sekaligus, misalnya paru dan kelenjar getah bening.

Secara global, terdapat 217 juta remaja dan dewasa muda (10–24 tahun) yang terinfeksi TBC, dengan perkiraan 1,8 juta berkembang menjadi sakit TBC setiap tahun. Di Indonesia, pada tahun 2022 terdapat 104.000 (67.000–142.000) orang usia 15-24 tahun penderita TBC.

dr Desdiani, dosen Fakultas Kedokteran IPB University mengatakan, remaja usia 10-19 tahun merupakan kelompok usia yang unik karena transisi antara anak ke dewasa, yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, fisiologi, emosi, dan psikis

“Pada usia ini risiko berkembangnya infeksi TBC menjadi sakit TBC meningkat, karena secara alamiah terjadi penurunan sistem imun terkait kondisi pubertas. Oleh karena itu, TBC pada remaja perlu mendapat perhatian khusus,” ungkap dr Desdiani.

Lanjutnya, tantangan lain pada TBC remaja adalah faktor psikososial seperti pergaulan yang luas, ketakutan akan stigma, ketidakpatuhan minum obat, gangguan belajar dan kognitif, depresi, komorbiditas seperti HIV, dan perilaku berisiko seperti merokok, konsumsi alkohol, dan penyalahgunaan obat.

“Hal ini menjadikan remaja dan dewasa muda memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terlambat didiagnosis dan hasil pengobatan TBC yang kurang baik, serta terjadi gangguan terhadap kesehatan mentalnya,” tutur dokter spesialis paru ini.

Ia memaparkan gejala TBC aktif pada anak-remaja-usia muda meliputi batuk, merasa tidak enak badan, lemah atau tampak kurang bermain, terjadi penurunan berat badan, demam hingga berkeringat di malam hari.

“Pencegahan TBC pada remaja dapat dilakukan melalui tiga upaya. Pertama, dengan pemberian vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG) yang berisi Mycobacterium bovis yang dilemahkan, bertujuan untuk memberikan perlindungan sementara pada remaja terhadap terjadinya penyakit TBC,” ungkap dr Desdiani.

Kedua, lanjut dr Desdiani, pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Tindakan ini dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi TBC pada individu yang kontak dengan pasien TB untuk menghentikan perkembangan dari infeksi TBC ke arah TBC aktif.

“Ketiga, pengendalian faktor risiko dengan cara mengurangi kontak dengan individu yang terinfeksi TBC, misal tinggal dengan anggota keluarga yang menderita TBC, sering bepergian ke negara yang masyarakatnya banyak menderita TB,” jelasnya.

Sementara itu, dr Desdiani memaparkan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni:
1. Praktik pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) penting untuk mengurangi risiko penularan TBC dengan mengurangi konsentrasi droplet infeksius di udara dan paparan aerosol pada orang yang rentan.
2. Penyediaan tisu, masker, tempat pembuangan tisu, dan pembuangan dahak yang benar.
3. Praktik higienitas pernapasan (termasuk etika batuk) pada orang dengan kecurigaan TBC atau terkonfirmasi menderita TBC.
4. Orang yang mengalami batuk dan mengeluarkan dahak selama lebih dari dua minggu harus segera diperiksa ke rumah sakit.
5. Jangan meludah di tempat umum, tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin (etika batuk).
6. Jaga agar lingkungan sekitar memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup, karena kuman TB suka dengan tempat yang lembab.
7. Cuci tangan karena kebersihan yang paling penting.
8. Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi TBC dengan cara menggunakan masker ditempat umum.