Krisis Perubahan Iklim Kian Nyata, Dosen IPB University Urai Peran Ilmu Klimatologi

Krisis Perubahan Iklim Kian Nyata, Dosen IPB University Urai Peran Ilmu Klimatologi

Krisis Perubahan Iklim Kian Nyata, Dosen IPB University Urai Peran Ilmu Klimatologi
Berita / Riset

Krisis perubahan iklim semakin terasa dampaknya. Menghadapi tantangan ini, ilmu klimatologi menjadi krusial dalam memahami dan memitigasi dampaknya.

Menurut Dr Putu Santikayasa, dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, ilmu klimatologi memainkan peran penting dalam memantau dan memprediksi perubahan iklim.

Peneliti di Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim (CCROM) IPB University juga menyampaikan, klimatologi juga membantu dalam pengumpulan data, analisis data, dan proyeksi iklim di masa yang akan datang.

“Keilmuan klimatologi berperan dalam proses pemantauan, analisis, model, dan proyeksi iklim, sehingga membantu masyarakat dan pembuat kebijakan untuk memahami risiko dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim,” jelas Dr Putu.

Secara nyata, perubahan iklim berdampak sumberdaya air dan kebencanaan. “Perubahan iklim memicu perubahan pada jumlah dan pola curah hujan, mampu meningkatkan potensi kejadian bencana hidrometeorologi khususnya banjir, yang berdampak pada infrastruktur dan kondisi sosial dan ekonomi di masyarakat,” ujarnya.

Perubahan iklim juga berdampak pada kejadian kekeringan. Peningkatan suhu yang mampu memicu peningkatan evapotranspirasi mampu mempengaruhi ketersediaan air suatu wilayah. Kekeringan mampu mengurangi debit sungai, mempengaruhi ketersediaan air untuk irigasi, domestik, dan kebutuhan industri. Penurunan debit juga meningkatkan konsentrasi polutan sehingga mengurangi kualitas air tersedia.

“Pada bidang kesehatan, Perubahan suhu, khususnya peningkatan suhu, juga memicu perpanjangan musim tumbuh bagi tanaman penghasil alergen, seperti serbuk sari, yang dapat mempengaruhi kesehatan pernapasan selain itu peningkatan suhu mampu meningkatkan kadar Partikulat Matter (PM) 2.5 di udara yang berdampak pada kesehatan dan memicu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),” tambahnya.

Di samping itu, lanjut dia, suhu yang meningkat juga mampu meningkatkan potensi hotspot suatu wilayah yang pada musim kering memicu kebakaran hutan dan berdampak pada kualitas udara sehingga mempengaruhi kesehatan.

Dalam menghadapi perubahan iklim, Dr Putu menyarankan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mendorong kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu, dan mengembangkan teknologi baru yang dapat membantu dalam mitigasi perubahan iklim.

“Kita juga mendorong pengembangan teknologi baru yang dapat membantu dalam mitigasi perubahan iklim. Melalui penggunaan energi terbarukan, misalnya. Dan tentu saja peningkatan penelitian terkait dengan isu-isu perubahan iklim untuk mendapatkan solusi-solusi inovatif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan,” ujarnya. (dh)