Bagaimana Nasib Lahan Bekas Tambang? Para Akademisi IPB University Berikan Solusi Pemanfaatannya

Bagaimana Nasib Lahan Bekas Tambang? Para Akademisi IPB University Berikan Solusi Pemanfaatannya

Bagaimana Nasib Lahan Bekas Tambang Para Akademisi IPB University Berikan Solusi Pemanfaatannya
Riset

IPB University melalui Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim (LRI-LPI) dan Pusat Studi Reklamasi Tambang (Reklatam) menggelar diskusi ilmiah LRI TALK #1.

Dalam diskusi ini, para akademisi IPB University berbagi pandangannya terkait strategi reklamasi lahan pascatambang agar dapat dimanfaatkan kembali secara optimal. Acara dipandu langsung oleh Kepala Reklatam, Prof Suwardi dan Sekretaris Reklatam Ir Hermanu Widjaja, MSc Agr.

Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, Prof Ernan Rustiadi dalam sambutannya menekankan bahwa pemanfaatan lahan pascatambang tidak hanya sebatas rehabilitasi lingkungan, tetapi juga harus diarahkan untuk mendukung perekonomian lokal.

“Transformasi lahan bekas tambang dapat memberikan manfaat jangka panjang, baik dari segi ekologis maupun sosial ekonomi. Dengan pendekatan berbasis sains dan teknologi, lahan yang telah terdegradasi akibat pertambangan dapat dikembalikan fungsinya, bahkan lebih produktif dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.

Akademisi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB, Dr Irdika Mansur mengulas pentingnya pendekatan berbasis kehutanan dalam reklamasi tambang. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar dalam reklamasi lahan tambang adalah pemilihan jenis tanaman yang dapat bertahan di tanah yang telah mengalami degradasi ekstrem.

Ia menyarankan model agroforestri sebagai solusi, yang memungkinkan kombinasi antara tanaman kehutanan dan tanaman pangan dalam satu ekosistem reklamasi.

Sementara itu, Guru Besar Agrogeologi IPB, Prof Iskandar menyoroti dampak pertambangan terhadap kualitas tanah. Ia menjelaskan bahwa tanah di lahan bekas tambang sering kali kehilangan unsur hara, mengalami perubahan struktur fisik, serta berisiko mengandung logam berat yang dapat berbahaya bagi tanaman dan kesehatan manusia.

Oleh karena itu, diperlukan strategi rehabilitasi tanah dengan menggunakan bahan pembenah seperti kapur, kompos, dan biochar agar tanah kembali subur dan aman untuk pertanian.

Dalam sesi yang sama, Prof Budi Mulyanto, Guru Besar Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB menekankan aspek regulasi. Pasalnya, peraturan yang ada saat ini masih memiliki tumpang tindih antara kewenangan Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Selain itu, kepemilikan lahan setelah pascatambang sering kali menjadi permasalahan tersendiri, terutama bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kembali lahan tersebut untuk pertanian dan kehutanan.

Menurut Prof Budi, solusi dari permasalahan ini adalah harmonisasi kebijakan antara berbagai kementerian dan pemerintah daerah.

“Regulasi harus lebih fleksibel dan mendukung upaya reklamasi yang tidak hanya dilakukan oleh perusahaan tambang, tetapi juga oleh masyarakat setempat. Jika pemerintah bisa memberikan kepastian hukum, masyarakat akan lebih terdorong untuk ikut serta dalam pemanfaatan lahan bekas tambang,” jelasnya.

Inovasi dan Teknologi
Terkait inovasi dan teknologi dalam reklamasi lahan bekas tambang, Prof Suryo Wiyono, Dekan Fakultas Pertanian IPB membahas peran mikroba dalam memperbaiki kualitas tanah di area pascatambang.

Ia menjelaskan bahwa mikroba tanah tertentu dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah serta mengurangi kandungan logam berat yang berbahaya bagi tanaman pangan.

“Mikroba dapat berfungsi sebagai biofertilizer alami yang mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kondisi ekstrem. Selain itu, penggunaan mikroba dalam proses reklamasi juga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode kimia,” ujar Prof Suryo.

Selain pemulihan tanah, Prof Sulistiono dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB memaparkan bahwa lubang-lubang bekas tambang yang terisi air dapat diubah menjadi kolam budi daya ikan air tawar, seperti nila dan lele. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan utama dalam pemanfaatan kolong bekas tambang untuk perikanan adalah kualitas air.

“Beberapa lokasi bekas tambang memiliki kandungan logam berat yang tinggi, sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai ekosistem perikanan,” jelasnya.

Sementara itu, Ir Murdianto, MS menegaskan bahwa aspek sosial ekonomi dalam reklamasi lahan bekas tambang juga harus menjadi perhatian utama. Keterlibatan masyarakat lokal dalam proses reklamasi dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi pembangunan berkelanjutan.

“Reklamasi tidak hanya sebatas memperbaiki kondisi lingkungan, tetapi juga harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Jika masyarakat diberdayakan dalam pengelolaan lahan reklamasi, reklamasi akan lebih berkelanjutan dan memberikan dampak ekonomi yang nyata,” ujar dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB ini.

Sebagai penutup, Kepala LRI-LPI IPB University, Prof Rizaldi Boer, menekankan bahwa upaya reklamasi lahan bekas tambang harus menjadi agenda bersama. Pendekatan multidisiplin sangat diperlukan untuk memastikan reklamasi berjalan dengan efektif dan berkelanjutan.

“Kami berharap diskusi ini menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat dalam menciptakan inovasi serta kebijakan yang mendukung pemanfaatan lahan bekas tambang. Transformasi lahan ini tidak hanya bertujuan untuk pemulihan ekosistem, tetapi juga untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat,” ujar Prof Rizaldi.

Ia juga menegaskan bahwa LRI-LPI IPB University akan terus mendorong riset dan inovasi dalam bidang reklamasi tambang, termasuk pengembangan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan kebijakan yang lebih adaptif.