Prof Bayu Krisnamurthi: Swasembada Beras Zaman Orde Baru, Inspirasi Pembangunan Pertanian Indonesia
Prof Bayu Krisnamurthi, Pakar Agribisnis IPB University menyebutkan tiga kebijakan nasional yang bisa menjadi inspirasi untuk pembangunan pertanian menuju Indonesia Emas 2045. Salah satunya ia menyebut swasembada beras zaman Orde Baru.
“Ada tiga kebijakan yang berhasil dalam pembangunan pangan dan pertanian, yang dapat menjadi inspirasi bagi pembangunan pangan pertanian ke depan,” kata Prof Bayu Krisnamurthi saat Konferensi Pers Pra Orasi Guru Besar IPB University, Kamis (23/1).
Pertama, kebijakan swasembada beras zaman Orde Baru. Kebijakan tersebut berhasil membuat Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1985/1986.
Kedua, lanjut dia, pembangunan perkebunan dan industri kelapa sawit. Hal ini pun mampu menjadikan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir produk sawit terbesar di dunia.
Ketiga, pengembangan papaya Calina (yang lebih dikenal sebagai pepaya California). Melalui kiprah Pusat Kajian Buah Tropika IPB, pepaya Calina mampu memegang pangsa pasar hingga 75 persen sekaligus mendorong 30 persen peningkatan konsumsi pepaya.
“Ciri tiga kebijakan yang berhasil tersebut secara keseluruhan merupakan sistem dan usaha agribisnis dari hulu ke hilir, dari lahan sampai ke piring makan,” ucapnya.
Ia menambahkan, hal lain yang juga dapat menjadi pelajaran adalah pentingnya konsistensi dan persistensi dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Arah pembangunan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045 antara lain tercapainya pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun dan kontribusi industri manufaktur dalam perekonomian mencapai 28 persen. Selain itu, pendapatan per kapita ditargetkan sekitar USD 20 ribu dolar, sebagai ciri negara yang telah keluar dari jebakan masyarakat berpendapatan menengah atau “middle income trap”.
“Ini membutuhkan usaha yang luar biasa dari semua pihak, termasuk dari sektor pangan dan pertanian, agar target yang diharapkan dapat dicapai,” tuturnya.
Untuk itu, Prof Bayu menyarankan beberapa hal kunci inovasi kebijakan inovatif. Pertama, hilirisasi butuh huluisasi, yaitu pengembangan dan pembangunan sektor pertanian menghasilkan bahan baku bagi industri hilir.
“Kedua, diperlukan pemahaman yang baik dan komprehensif atas perkembangan selera dan ‘sofistikasi’ permintaan konsumen produk hilir.
Kemudian, diperlukan keterlibatan dan investasi pelaku usaha yang memadai, mulai dari petani, UKM pangan pertanian, hingga agroindustri besar. Peran pemerintah sebagai fasilitator (enabler) dapat membuat pelaku usaha berkembang dalam kegiatan hilir pangan pertanian tersebut.
“Program hilirisasi pangan dan pertanian sangat berpotensi mewujud menjadi agroindustrialisasi pedesaan, bahkan dipandang sangat potensial untuk menjadi bentuk strategi reindustrialisasi ekonomi Indonesia,” pungkasnya. (dh)