Wujudkan Industri Susu Tangguh, FEM IPB University Gelar IndoDairy National Inception Meeting
Dalam upaya memperkuat sektor persusuan dan persapiperahan di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University menggelar IndoDairy National Inception Meeting di Jakarta, belum lama ini.
Acara dilaksanakan bekerja sama dengan Central Queensland University, Melbourne University, Adelaide University, Universitas Diponegoro, serta Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Bertemakan “Sinergi dan Kolaborasi untuk Kemajuan Sektor Persusuan dan Persapiperahan di Indonesia”, acara ini ditujukan untuk mendorong transformasi sektor persusuan Indonesia menuju keberlanjutan, inovasi, dan daya saing global.
Dr Lukytawati Anggraeni, Wakil Dekan FEM IPB University bidang Sumberdaya, Kerjasama, dan Pengembangan (SKP) menyampaikan, “Sinergi antara peternak, industri, akademisi, dan pemerintah penting untuk menciptakan industri persusuan yang tangguh.”
Optimisme juga disampaikan Maria Ludwina, Assistant Manager for Indonesia of the Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Ia berharap penelitian ini mendukung pengembangan koperasi susu dan program nasional.
Sementara itu, perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Noor Avianto, SP, MAgr, menyatakan bahwa kebutuhan susu segar diproyeksikan mencapai 3,3 juta ton pada 2035. “Program susu gratis pemerintah menjadi peluang sekaligus tantangan untuk memenuhi kebutuhan ini,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Assoc Prof David McGill, IndoDairy Project Leader dari Central Queensland University, memaparkan aktivitas dan temuan awal kajian IndoDairy 2.
“Kami menggunakan metode Participatory Rural Appraisal untuk menggali kendala yang dihadapi koperasi dan peternak. Data ini akan menjadi pijakan untuk merancang intervensi yang lebih efektif di lapangan,” jelasnya.
Guru Besar FEM IPB University Prof Sahara, yang berperan sebagai In Country Coordinator IndoDairy, menggarisbawahi pentingnya peran koperasi dalam rantai nilai susu.
“Dari data yang diperoleh, sekitar 90 hingga 95 persen dari susu yang diperah oleh peternak dikirimkan lewat koperasi. Maka dari itu, peran koperasi sangatlah penting dalam value chain industri susu. Pihak-pihak yang terlibat harus berkolaborasi ikut dalam meningkatkan value chain industri susu di Indonesia,” ungkapnya.
Selanjutnya, diskusi panel dilakukan untuk memperkuat wawasan pengembangan sektor persusuan dan persapiperahan nasional, termasuk usulan edukasi intensif bagi peternak dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang diwakili oleh Unang Sudarma, serta metode Training of Trainers (ToT) dari Kementerian Perindustrian untuk mempercepat transformasi sektor persusuan.
Dari perspektif industri, Rik-Rik Mokhamad Rizki dari PT Frisian Flag Indonesia menyoroti pentingnya pendampingan berkelanjutan untuk memastikan peternak dapat mengimplementasikan praktik terbaik.
Hal ini selaras dengan program modernisasi koperasi yang diungkapkan Dani Hamdan dari Kementerian Koperasi, dengan target modernisasi 500 koperasi hingga akhir 2024, termasuk koperasi susu.
Sementara Kementerian Pertanian melalui drh Makmun, menyampaikan pentingnya program Makan Bergizi Gratis yang mendukung penggunaan susu segar lokal, serta rencana impor 200.000 sapi perah pada tahun 2025.
Dukungan kelembagaan juga ditegaskan oleh Darto Wahab, Asisten Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian untuk memastikan roadmap sektor ini berjalan efektif.
Acara ditutup dengan ajakan untuk sinergi menyeluruh dari hulu ke hilir. “Temuan IndoDairy 2 diharapkan memberikan dampak nyata bagi peternak, koperasi, dan industri guna menciptakan ekosistem industri susu Indonesia yang berkelanjutan dan kompetitif,” tutup Prof Dr Sahara. (*/Nr)