SBRC IPB University dan PT Artha Daya Coalindo Kembangkan Ekosistem Biomassa Kerakyatan di Kecamatan Cinangka, Banten
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University bersama PT Artha Daya Coalindo (ADC) Indonesia menggelar Seremoni Penanaman dan Panen Tanaman Energi Program Ekosistem Biomassa Kerakyatan di Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten belum lama ini.
Dr Meika Syahbana Rusli, Kepala SBRC IPB University mengungkapkan pentingnya penelitian dan pengembangan dalam mendukung transisi energi.
“Penelitian kami membuktikan bahwa tanaman Gamal dan Kaliandra memiliki potensi besar untuk menggantikan batu bara sebagai sumber energi terbarukan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan target net zero emission,” ujarnya.
Seremoni ini merupakan salah satu contoh penerapan program co-firing di Kecamatan Cinangka. Program ini melibatkan masyarakat petani untuk menanam tanaman energi Gamal dan Kaliandra, dengan sistem tumpang sari di lahan mereka. Sebelumnya, program serupa telah berhasil dijalankan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Seremoni dihadiri pula oleh PT PLN Indonesia Power (IP), Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Banten II Labuan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Serang, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Cinangka, dan kelompok tani serta stakeholder terkait.
Wisnu Kurniawan, Manajer PLTU UBP Banten II Labuan menjelaskan bahwa program co-firing sebenarnya sudah dimulai sejak 2015. Namun, pada awalnya masih dalam skala kecil.
“Sekarang, dengan program net zero emission dan pengurangan penggunaan batu bara, kami disasar oleh pemerintah untuk mengganti sebagian penggunaan batu bara dengan biomassa,” ujarnya.
Wisnu menambahkan, “Tahun ini kami sudah menggunakan sekitar 80 ribu ton biomassa per tahun, dengan rata-rata 200 hingga 400 ton biomassa per hari yang diterima dari ADC. Kami berharap tahun depan jumlahnya akan meningkat lagi, tergantung dari dukungan masyarakat dan kelompok tani sekitar,” tuturnya.
Direktur Operasi PT ADC, Igan Wardiana Yasa menyebut bahwa kunci keberhasilan program co-firing adalah kemitraan yang erat antara PLTU, petani, dan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami sangat mendukung inisiatif ini karena selain berkontribusi pada pengurangan emisi, program ini juga memberi manfaat langsung kepada masyarakat lokal, seperti menciptakan lapangan kerja baru dan pendapatan tambahan bagi petani,” ujar Igan.
Kegiatan co-firing tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi langsung bagi petani, tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan. Hasil dari tanaman energi pun digunakan sebagai bahan bakar biomassa untuk PLTU Labuan.
Keberhasilan program ini, menurut Wisnu, diharapkan menjadi model bagi pengembangan biomassa di daerah lain, serta menjamin keberlanjutan pasokan biomassa untuk PLTU di seluruh Indonesia.
Perlu diketahui bahwa program co-firing PLTU merupakan program yang dibuat oleh PT PLN dalam rangka meningkatkan bauran energi ramah lingkungan yang didapatkan dari kombinasi campuran bahan bakar biomassa dengan batu bara.
PT PLN telah menetapkan 52 PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia yang akan melaksanakan program co-firing, dengan total kapasitas pembangkit sebesar 18.665 MW. Program ini merupakan upaya PT PLN untuk mencapai target bauran energi terbarukan (EBT) sebesar 23 persen di tahun 2025.
Dengan penerapan program co-firing berbasis masyarakat, PLTU Labuan tidak hanya mendukung keberlanjutan energi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani lokal dan menciptakan ekonomi hijau yang ramah lingkungan. (*/Nr)