Inovasi Peneliti IPB University Hadirkan Kopi Luwak Nikmat dengan Bantuan Bakteri
Sejak dasawarsa terakhir, kopi luwak menjadi populer di kalangan penikmat kopi. Cita rasa yang spesifik akibat proses fermentasi saluran pencernaan binatang luwak, membuat permintaan kopi luwak meningkat, termasuk dari pasar luar negeri.
Selama ini, produksi kopi luwak sangat bergantung dengan alam, yakni bergantung dari musim buah kopi, luas wilayah perkebunan, dan populasi binatang luwak. Dengan kata lain, sulit untuk memprediksi jumlah produksinya.
Makin besarnya permintaan kopi luwak, kini juga mulai berkembang usaha budi daya luwak guna memproduksi kopi luwak. Namun, budi daya luwak ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain biaya produksi mahal, mengingat di luar musim panen kopi, luwak tetap memerlukan biaya pakan. Di samping itu, hal ini dapat mengancam kelestarian luwak buah di alam.
Melihat kondisi tersebut, peneliti IPB University, Prof Erliza Noor berinovasi membuat kopi luwak lewat teknologi enzimatis. Teknologi ini berhasil menghasilkan produk kopi dengan kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak komersial.
“Teknologi enzimatis merupakan teknologi yang mengadaptasi kondisi fermentasi biji kopi di dalam pencernaan hewan luwak. Teknik ini dipilih karena identik dengan proses terbentuknya kopi luwak, yaitu luwak mendegradasi kulit kopi dan mengeluarkan biji dalam feses,” ujar Prof Erliza dalam acara Pekan Riset dan Inovasi IPB 2024 di IPB International Convention Center (IICC), Senin (16/12).
Dari segi konsumen, persepsi kopi sebagai hasil dari feses luwak menimbulkan keengganan untuk mengonsumsi kopi luwak. Oleh karena itu, Prof Erliza menyebut, pembuatan kopi secara enzimatis menggunakan mikroba asal luwak menjadi alternatif proses produksi tanpa mengurangi mutu dan cita rasa kopi luwak.
“Kopi hasil fermentasi enzimatis untuk semua perlakuan menunjukkan penurunan kafein terhadap biji kopi yang lebih besar, yaitu 48-69 persen dibanding kopi luwak komersial yaitu 9 persen,” ulas Prof Erliza.
Dari segi nutrisi yang dihasilkan, kopi fermentasi enzimatis juga menunjukkan kenaikkan kandungan asam-asam yang baik untuk kesehatan seperti asam laktat, butirat, dan askorbat. Sementara asam oksalat yang membahayakan tubuh dihasilkan lebih rendah.
“Data ini memperlihatkan produk kopi hasil rekayasa enzimatis memiliki kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak komersial,” tandasnya.
Proses Fermentasi Enzimatis
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University ini menjelaskan, invensi kopi fermentasi enzimatis ini telah mendapatkan teknologi produksi kopi dengan fermentasi padat menggunakan mikroorganisme penghasil enzim yang diisolasi dari feses luwak.
Proses isolasi dan identifikasi bakteri dikhususkan untuk mendapatkan bakteri selulolitik, xilanolitik, dan proteolitik. Ketiga bakteri ini masing-masing menghasilkan enzim selulase, xilanase, dan protease yang diaplikasikan pada produksi kopi luwak buatan secara fermentasi padat.
Pada rekayasa proses fermentasi padat ini, kulit kopi dijadikan media bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pendegradasian senyawa kimia yang terkandung pada kulit kopi oleh mikroorganisme akan menghasilkan enzim yang berperan untuk reaksi enzimatis mengubah komponen kimia pada biji kopi.
Prof Erliza juga menuturkan, isolat mikroorganisme ditambahkan pada buah kopi sebelum berlangsungnya fermentasi. Salah satu faktor penting keberhasilan fermentasi adalah tersedianya substrat yang memenuhi bagi mikroorganisme perombak selama berlangsungnya fermentasi.
“Untuk itu, pertumbuhan mikroorganisme harus dapat memenuhi kebutuhan karbon, nitrogen, dan beberapa zat pertumbuhan yang diperlukan seperti asam amino esensial,” jelasnya.
Pulp kopi masih mengandung senyawa-senyawa sebagai sumber karbon, nitrogen, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pendegradasian senyawa kimia yang terkandung pada pulp kopi oleh mikroorganisme akan menghasilkan enzim.
Ia mengurai, enzim dapat diperoleh dari berbagai sumber baik tumbuhan, hewan maupun mikroba. Pembentukan enzim melalui mikroba lebih banyak digunakan karena mikroba dapat berkembang biak dalam waktu singkat dan pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga ekstraksi enzim dari mikroba lebih efisien. (*/Rz)