Ikuti Expert Dialogue Bappenas di Jakarta, PPLH IPB University Bahas Kesehatan Tanah Indonesia

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim (LRI LPI) IPB University berpartisipasi dalam kegiatan Expert Dialogue: Towards Soil Health Policy for Improved Food Security in Indonesia yang berlangsung di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta Pusat.
Kegiatan dilakukan dalam rangka persiapan penyusunan draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029. Diskusi dilakukan dengan menyoroti krisis dan urgensi kesehatan tanah di Indonesia serta menunjukkan pentingnya berinvestasi dalam kesehatan tanah untuk memenuhi tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia.
Sesi materi pada kegiatan ini disampaikan dalam tiga sesi. Guru Besar Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University, Prof Arief Hartono menyampaikan topik bertajuk “Soil Health Crisis in Indonesia” pada sesi pertama.
Ia berujar bahwa tanah memiliki peran penting dalam pemenuhan pangan. Namun, faktanya sepertiga tanah di dunia sudah terdegradasi, sehingga kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman menurun.
“Krisis kesehatan tanah atau lahan disebabkan oleh beberapa hal, seperti pertanian satu jenis komoditas yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan, serta adanya perubahan iklim,” tutur dia.
Prof Arief memaparkan, berdasarkan database kesehatan lahan di IPB University, kondisi kandungan tanah pertanian di Pulau Jawa diketahui memiliki pH <6 sebanyak 74 persen, nitrogen total <0,2% sebanyak 77 persen, karbon organik <2% sebanyak 76 persen, dan kalium < 0,31 cmol/kg sebanyak 38 persen.
Menurutnya, diperlukan keterlibatan multipihak, khususnya dalam program intensifikasi untuk status nutrisi tanah pertanian di Indonesia serta transformasi sistem pertanian dan perubahan kebijakan pemerintah.
Pada sesi kedua, Husnain, MP, PhD dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Lahan dan Irigasi, Kementerian Pertanian menyebut kondisi tanah di Indonesia tidak semuanya dalam kondisi yang subur. Tanah Indonesia juga mengalami masalah keberlanjutan pertanian lainnya seperti degradasi tanah, air, dan lingkungan.
“Jika ingin melakukan budi daya, maka kondisi tanah harus dalam kondisi terbuka. Namun, kondisi tanah yang terbuka cenderung tidak sehat, sehingga diperlukan program peningkatan kualitas tanah seperti Integrated Plant Nutrient Management (IPNM), in-situ organic matter dengan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO), konservasi tanah, precision farming, serta peningkatan efisiensi dengan mekanisasi,” terangnya.
Prof Rizaldi Boer, Kepala LRI LPI IPB University menanggapi hal tersebut dengan menyampaikan bahwa selain kebijakan yang terintegrasi, diperlukan juga program penyuluhan kepada petani, khususnya untuk menginformasikan jenis bibit atau pupuk yang sesuai agar program dapat dilaksanakan sesuai dan tepat sasaran.
Lebih lanjut, Harm Haverkort, Acorn Rabobank Partnership Lead Asia menyatakan siap berkolaborasi dengan Indonesia pada program karbon dan agroforestry. Menurutnya, program Rabobank berlaku untuk seluruh petani di dunia. (*/Nr)