Memahami Dinamika Penyuluhan Pertanian di Era Digital, TNC dan Himasiera IPB University Gelar Kuliah Tani 2024
Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, IPB University melalui Tani dan Nelayan Center (TNC) bersama dengan Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (Himasiera) sukses menyelenggarakan Kuliah Tani 2024 bertajuk “Penyuluh di Era Digital: Masihkah Diperlukan?”
Kegiatan tahunan ini diselenggarakan secara luring di Ruang Kelas Common Classroom IPB University, dan disiarkan daring melalui Zoom Meeting dan YouTube pada Minggu (10/11).
Kuliah Tani merupakan acara tahunan yang digelar untuk mewadahi praktisi-praktisi dalam pertanian dan perikanan, untuk memberikan ilmunya di lapangan kepada mahasiswa dan dosen IPB University. Di tengah pergeseran teknologi yang semakin canggih, masihkah penyuluh pertanian dibutuhkan? Pertanyaan ini yang coba dijawab dalam acara tahun ini.
Dilatarbelakangi oleh dinamika penyuluhan pertanian di era digital, Dr Roza Yusfiandayani selaku Wakil Kepala TNC IPB University berharap kegiatan ini dapat menambah pengetahuan peserta. “Semoga dengan adanya kegiatan ini, dapat menambah pengetahuan peserta tentang penyuluhan, terutama di era digital ini.”
Kuliah Tani ini dipandu oleh sepasang moderator, Tri Budiarto, SKPm, MSi (Dosen Sekolah Vokasi) dan Titania Aulia, SKPm, MSi (Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat/SKPM). Kegiatan ini diisi pemaparan sepasang suami-istri penyuluh dari Lumajang, Jawa Timur, yakni Heru Afandi, SP dan Suko Damayanti, SST.
Menurut Heru, penyuluh berperan penting sebagai fasilitator, mediator, dan inisiator bagi petani. Sebagai fasilitator, penyuluh menyediakan informasi penting; sebagai mediator, mereka membantu mencari solusi; dan sebagai inisiator, mereka mendorong inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Heru juga menceritakan pengalamannya sebagai inisiator Gerakan Belanja Sayur di Lahan Petani atau Gerbas Tani, yang merupakan konsep transaksi jual beli hasil panen tanpa melalui tengkulak. “Ketika harga jatuh, siapa yang akan menolong petani? Ya, kita sendiri sebagai penyuluh,” katanya.
Suko Damayanti, SST menyampaikan perkembangan penyuluhan pertanian di Indonesia dari waktu ke waktu, menyesuaikan dengan perubahan kebijakan dan kebutuhan pertanian. Kini, penyuluhan bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi digital untuk membantu petani dalam akses informasi pasar, teknologi, dan permodalan.
Di era digital, tantangan penyuluhan pertanian mencakup keterbatasan tenaga penyuluh, kapasitas kelembagaan, dan karakteristik petani yang beragam. “Di era digital, penyuluh juga dituntut untuk mampu membuat peta potensi wilayah binaannya untuk merancang program penyuluhan pertanian yang sesuai,” ungkapnya.
Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh dua dosen penanggap dari Departemen SKPM, Dr Dwi Retno Hapsari dan Dr Siti Amanah. Keduanya memberikan pandangan dan pencerahan terhadap dinamika penyuluhan dari perspektif ilmu komunikasi.
Dr Retno melihat penyuluh sebagai advokat para petani dengan memahami karakteristik mereka dan menemukan solusi bersama, serta membangun kepercayaan. Di era digital, tantangan adaptasi mencakup kesenjangan digital, pelatihan, dan motivasi. Pemanfaatan teknologi seperti platform digital dan analisis data mendukung inovasi penyuluhan.
“Sinergi dengan petani, komunitas, dan pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan, menjadikan peran penyuluh tetap relevan,” menurutnya.
Sementara, Dr Siti Amanah menilai peran penyuluh tetap penting di era digital dengan tujuan yang jelas dan kemampuan adaptif. Baginya, penyuluh perlu berkolaborasi dan terus berkembang melalui komunikasi efektif, perencanaan yang baik, dan pemahaman tujuan serta metode penyuluhan.
“Penyuluhan harus bersifat visioner, memahami perkembangan dan kondisi lokal,” terangnya.
Kegiatan ini dihadiri secara antusias oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, petani, hingga penyuluh dari berbagai wilayah di Indonesia. (RA/Rz)