Dosen dan Mahasiswa IPB University Gelar FGD Bersama Petani Amanat di Desa Nanggung
Dosen dan mahasiswa IPB University mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bersama para petani anggota Aliansi Masyarakat Nanggung Transformatif (Amanat) yang mengelola Blok Pasir Kolecer, eks-Hak Guna Usaha (HGU) PT Hevea Indonesia (PT Hevindo). FGD berlangsung di Kampung Dukuh Kaung, Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kegiatan ini disambut baik oleh masyarakat dengan dihadiri sekitar 50 warga yang antusias mengikuti diskusi. M Shohibuddin, ketua program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) IPB University di Desa Nanggung, memaparkan hasil dari survei vegetasi dan survei sosial-ekonomi yang telah dilakukan sebelumnya.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa berdasarkan survei vegetasi, rata-rata terdapat sekitar 126 pohon per hektare di lahan tersebut. “Potensi tegakan pohon tergolong rendah, hanya sekitar 9 m³ per hektare, menunjukkan potensi produksi yang masih sangat kecil,” katanya.
Adapun, ia melanjutkan, jenis pohon yang mendominasi kawasan tersebut adalah sengon dan kayu afrika dengan diameter antara 10 hingga 30 cm. Selain itu, tanaman buah yang dominan adalah nangka dan durian dengan diameter pohon berkisar antara 10 hingga 20 cm. Data ini menjadi acuan penting dalam merancang strategi pengelolaan lahan secara lebih produktif dan berkelanjutan.
Berdasarkan survei vegetasi dan sosial-ekonomi, tim Dospulkam IPB University merekomendasikan sejumlah komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di kawasan tersebut. Untuk komoditas kayu, di antaranya adalah sengon, kayu afrika, kayu balsa, rasamala, dan bambu. Sementara untuk komoditas buah-buahan, disarankan tanaman seperti alpukat, durian, manggis, mangga, cimpedak, petai, jeruk limau, jengkol, dan pisang.
Tak hanya itu, kopi juga direkomendasikan sebagai komoditas perkebunan.
Namun, Shohibuddin menekankan bahwa hasil survei ini perlu dibahas lebih lanjut dan disepakati oleh masyarakat setempat komoditas apa saja yang akan dikembangkan.
“Bapak dan Ibu harus berdiskusi untuk menentukan pilihan komoditas yang ingin dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan lahan ini akan dikelola dan dikembangkan oleh Bapak dan Ibu sekalian”, ujar Shohibuddin.
“Pemilihan komoditas yang tepat sangat penting dalam membangun sistem agroforestri yang berkelanjutan. Dengan memilih komoditas yang dapat dikembangkan secara massal, masyarakat akan lebih mudah dalam mengembangkan pasar. Sebaliknya, jika keanekaragaman komoditas terlalu tinggi tetapi kuantitasnya rendah, hal ini dapat menyulitkan dalam pemasaran karena biaya akan menjadi lebih tinggi,” ucapnya lagi.
Dengan adanya FGD ini, ia dan tim mengharapkan masyarakat dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengembangkan lahan bekas HGU menjadi kawasan agroforestri yang produktif dan berkelanjutan. Selain itu, kegiatan ini juga memperkuat kemitraan antara akademisi dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. (*/Rz)