Webinar Series TNC IPB University: Indonesia Bisa Suplai Pangan Dunia dengan Sagu

Webinar Series TNC IPB University: Indonesia Bisa Suplai Pangan Dunia dengan Sagu

Webinar Series TNC IPB University Indonesia Bisa Suplai Pangan Dunia dengan Sagu
Berita

Sagu Nusantara Feed The World. Demikian tajuk Webinar Series yang dilaksanakan Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University pada (25/9). Mengawali acara tersebut, Guru Besar Agronomi dan Hortikultura (AGH) IPB University, Prof Mochamad Hasjim Bintoro menyampaikan potensi besar sagu nasional.

Sebagai salah satu narasumber, Prof Hasjim menyampaikan bahwa tanaman sagu produktivitasnya mampu menghasilkan 1,2 ton jika dikelola dengan baik dan Indonesia merupakan negara terbesar 85 persen penghasil sagu dunia.

Prof Hasjim menambahkan bahwa sebagian petani tidak memelihara tanaman sagu
“ Kebanyakan petani tidak memelihara sagu, sehingga fase pertumbuhan tanaman membutuhkan waktu sedikit lama mulai dari 8 sampai dengan 10 tahun.

Sementara itu, Prof Evi Damayanti, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University mengupas tentang kandungan zat gizi dari sagu. Ia menekankan bahwa Generasi Emas 2045 dapat tercapai jika memperhatikan hal-hal penting yang salah satunya adalah status gizi dan kesehatan.

Ia menyampaikan bahwa sagu sebagai pangan memiliki keistimewaan dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk dan rupa. Sagu juga mengandung zat gizi makro yang sangat baik bagi kesehatan manusia, yaitu sumber karbohidrat utama.

“Sagu juga memiliki komponen bioaktif yang dapat berperan bagi kesehatan manusia seperti sera, pati resistant, indeks glikemik rendah juga flavonoid,” tambahnya. Di samping itu, tanaman sagu juga memiliki keunggulan dalam aspek keberlanjutan.

Sementara itu, Prof Barahima Abbas, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua menyampaikan sejarah dan potensi sagu. Ia menyampaikan bahwa sagu adalah tanaman asli Papua dan merupakan sumber pangan tertua di tanah Papua. Sagu telah ada sejak 50.000 tahun lalu, sebutnya.

Ia menambahkan, bagi masyarakat tanah Papua, sagu juga merupakan bagian dari budaya dan sistem kepercayaan yang diyakini untuk kemuliaan dan kesejahteraan. Akan tetapi, menurutnya saat ini pengembangan sagu masih ada gap antara potensi dan pemanfaatan untuk kesejahteraan.

“Selain itu, potensi dan invensi sudah banyak diungkap oleh para ahli dan pemerhati sagu. Namun, inovasi dan entrepreneurship belum banyak yang digulirkan untuk memenuhi kebutuhan pasar,” tuturnya.

Dikatakannya, merupakan tantangan tersendiri bagaimana pengembangan industri sagu ketika lokomotif inovasi belum sepenuhnya tersedia, sumber daya manusia entrepreneurship (perekayasa dan industri) belum banyak. Di sisi lain, infrastruktur penunjang pun belum sepenuhnya siap, rantai pasok bahan baku tepung sagu belum sustainable, rantai pemasaran produk belum terjalin dengan baik. Karena itu, ia menegaskan bahwa investor lokal dan nasional perlu didorong, kolaborasi triplehelix perlu diwujudkan.

Merespon hal itu, Prof Rachmat Pambudy, Guru Besar Agribisnis IPB University menyampaikan pentingnya pemerintah pusat memfasilitasi dan mengelola dengan baik potensi sagu Indonesia. Pasalnya, sagu tidak hanya memiliki nilai strategis ekonomis, juga ada nilai heritage dan nilai budaya.

“Indonesia harus membuat master plan jangka pendek, menengah, panjang untuk pengembangan sagu. Sagu merupakan kekayaan tidak hanya bisa dimanfaatkan, akan tetapi warisan untuk anak cucu. Saya berharap hasil dari webinar ini dibawa menjadi bahan rekomendasi untuk Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),” tandasnya. (dh/Rz)