TNC IPB University Dukung Petani Perempuan dalam Refleksi dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Hari Tani Nasional

TNC IPB University Dukung Petani Perempuan dalam Refleksi dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Hari Tani Nasional

TNC IPB University Dukung Petani Perempuan dalam Refleksi dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Hari Tani Nasional (1)
Berita

Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University bekerja sama dengan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Gerakan Petani Nusantara (GPN), dan Lapor Iklim dalam menyelenggarakan kegiatan Rembug Petani Perempuan di Balai Rakyat Indonesia, Agribusiness and Technology Park (ATP), IPB University pada Rabu (25/9).

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Kenduri Tani yang bertema ‘Refleksi Petani Nusantara: Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim dan Kebijakan Pertanian’ dengan fokus pada peran strategis petani perempuan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan kebijakan sektor pertanian.

Kepala TNC IPB University, Prof Hermanu Triwidodo mengatakan, “Kegiatan ini diharapkan dapat bangun silaturahmi yang hampir padam. Kami berharap para petani perempuan pejuang dapat mencurahkan pengalaman di lapangan sebagai bagian dari upaya refleksi pada acara ini,” ujar Prof Hermanu.

Kegiatan ini dihadiri oleh petani perempuan dari berbagai daerah, seperti Banyuwangi, Blitar, Yogyakarta, Bogor, Manggarai Barat, Pasuruan, Tuban, Pati, Banyumas, Tegal, Brebes, Garut, Indramayu, dan Subang. Mereka berdiskusi tentang pengalaman dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin dirasakan di sektor pertanian.

Dalam suasana inklusif, para petani perempuan berbagi tantangan serta strategi adaptasi mereka. Diskusi dipandu oleh Titania Aulia selaku Dosen IPB University, Lily Batraa selaku Manager Program KRKP, serta Dea Herwanda selaku Project Officer KRKP, yang bertujuan untuk menggali lebih dalam permasalahan yang dihadapi petani perempuan serta solusi praktis yang dapat diimplementasikan.

Suara Petani Perempuan

Etik, salah satu peserta dari Kulon Progo, Yogyakarta, memaparkan berbagai kesulitan yang dihadapi para petani perempuan. “Biaya produksi pertanian semakin tinggi, namun hasil panen menurun akibat perubahan iklim dan harga pasar yang fluktuatif,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa banyak petani perempuan terpaksa menjual aset keluarga, seperti sertifikat tanah dan perhiasan untuk bertahan hidup. Kondisi ini tak jarang memicu stress dan gangguan kesehatan mental di kalangan petani.

Etik juga menekankan pentingnya kreativitas petani perempuan dalam mengolah hasil panen. Namun, menurutnya dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal pengolahan pasca panen, masih sangat terbatas.

“Dana desa yang dialokasikan untuk pengolahan pasca panen sangat minim. Selain itu, asuransi untuk gagal panen juga sulit untuk diakses,” tuturnya.

Sementara itu, Naning, perwakilan petani dari Blitar, Jawa Timur, menyoroti isu kekeringan yang menyebabkan kelangkaan sumber daya air di wilayahnya. “Kami terpaksa menunggu air irigasi pada malam hari, sehingga waktu istirahat berkurang dan produktivitas menurun,” katanya.

Selain itu, Naning juga menyampaikan bahwa ketidakpastian musim mengakibatkan gagalnya panen, menurunnya kualitas hasil pertanian. Ia juga mengusulkan perlunya asuransi gagal panen serta keterlibatan aktif perempuan dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa.

“Perempuan petani tidak hanya sekadar pendamping, kami ingin dilibatkan dalam musyawarah desa dan rencana pembangunan pertanian,” tegasnya.

Gunarti, petani dari Pati, Jawa Tengah, menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam pertanian. “Mahasiswa pertanian, terutama dari IPB University, harus terjun langsung ke lapangan untuk membantu petani mengembangkan benih lokal unggul. Kita tidak bisa terus bergantung pada pemerintah,” ujar Gunarti.

Keberlanjutan Pertanian Indonesia

Hasil dari diskusi ini akan dipresentasikan dalam Diskusi Nasional yang diadakan oleh TNC IPB University sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap perubahan iklim di sektor pertanian.

Acara ini juga menjadi pengingat bahwa ketahanan pangan tidak hanya dibangun di lahan pertanian, tetapi juga dalam kebijakan yang mendukung petani, terutama perempuan, yang selama ini sering kali terpinggirkan dalam pengambilan keputusan. (Nurma/Lp)