DKSRA IPB University Gelar Strategic Talks, Ungkap Masa Depan Techno-Sociopreneurship di Bidang Kesehatan

DKSRA IPB University Gelar Strategic Talks, Ungkap Masa Depan Techno-Sociopreneurship di Bidang Kesehatan

DKSRA IPB University Gelar Strategic Talks, Ungkap Masa Depan Techno-Sociopreneurship di Bidang Kesehatan
Berita

Sektor kesehatan global tengah mengalami transformasi besar-besaran di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat. Di Indonesia, kebutuhan akan solusi kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan terjangkau mendorong munculnya technopreneurship sebagai pilar penting dalam menjawab tantangan yang ada.

Technopreneurship, yang merupakan perpaduan antara teknologi dan kewirausahaan, telah membuka peluang baru bagi para inovator untuk mengembangkan produk dan layanan yang mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dalam rangka menyikapi perkembangan tersebut, Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKSRA) IPB University menyelenggarakan The 44th Strategic Talks dengan tema ‘Masa Depan Techno-Sociopreneurship di Bidang Kesehatan’, Selasa (20/8). Acara ini menghadirkan para ahli terkemuka di bidang kesehatan yang membahas tantangan dan peluang techno-sociopreneurship dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.

Direktur KSRA IPB University, Prof Anuraga Jayanegara dalam pembukaannya menyoroti pentingnya acara ini sebagai upaya untuk menggali lebih dalam potensi technosociopreneurship dalam menghadapi tantangan kesehatan di era digital. “Acara ini diharapkan dapat menjadi forum diskusi yang produktif serta membuka jalan bagi terciptanya inovasi yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujar Prof Anuraga.

Narasumber pertama, Dekan Fakultas Kedokteran IPB University, Dr Ivan Rizal Sini, GDRM, MMIS, FRANZCOG, SpOG, memaparkan pentingnya integrasi teknologi dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan. “Pendidikan kedokteran harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk mencetak tenaga medis yang siap menghadapi tantangan kesehatan di masa depan,” tegasnya.

Pendidikan dokter, lanjut dia, tidak hanya fokus pada pengembangan diri dan kompetensi dokter, tapi juga pada kebutuhan dan kepuasan pasien (customer needs dan customer satisfaction). “Dengan mengadopsi pendekatan techno-sociopreneurship, kita dapat menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan,” papar Dr Ivan.

Dalam kesempatan itu, Prof Yudi Mulyana Hidayat, dr SpOG(K)-Onk, DMAS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, membahas peran techno-sociopreneurship dalam mendukung penelitian dan pengembangan terapi kanker. “Inovasi di bidang onkologi membutuhkan kolaborasi erat antara teknologi dan model bisnis sosial. Techno-sociopreneurship memungkinkan pengembangan terapi yang tidak hanya efektif, tetapi juga terjangkau dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata dia.

Menurutnya, tantangan bagi tenaga medis di Indonesia salah satunya adalah persoalan upah, yang bisa berdampak pada banyak hal. Ia meyakini bahwa technopreneurship bisa menjawab persoalan tersebut. “Entrepreneurship bukanlah DNA, semua orang punya kemampuan untuk berpikir analitik. Konsep dasar entrepreneurship bisa diperkenalkan di awal, untuk mendukung pengembangan kemampuan kognitif profesi dokter. Kita harus mulai untuk membangun jiwa entrepreneurship di mahasiswa kedokteran,” ujar Prof Yudi.

Sebagai penutup, Dr Dra L Rizka Andalucia, Apt, MPharm, MARS, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, juga memberikan pandangan mengenai regulasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung techno sociopreneurship di bidang kesehatan.

Dr Rizka menyampaikan, “Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan techno-sociopreneurship. Kebijakan yang tepat akan mendorong inovasi di sektor kesehatan, memastikan bahwa teknologi yang dikembangkan dapat diimplementasikan secara efektif dan aman.”

“Kesehatan menjadi faktor penting untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, menciptakan manusia Indonesia yang sehat, unggul, dan berdaya saing dengan memperkuat layanan primer dan sistem layanan kesehatan,” lanjutnya.

Dalam diskusi yang dipimpin oleh dr Naufal Muharam Nurdin sebagai moderator, dibahas bagaimana techno-sociopreneurship dapat berkontribusi pada pemerataan akses layanan kesehatan di daerah terpencil.

“Pertanyaan kunci yang perlu terjawab adalah bagaimana memastikan inovasi techno-sociopreneurship benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung agar inovasi ini berdampak nyata dan luas,” ujar dr Naufal, dosen Fakultas Kedokteran IPB University ini.

Diskusi yang berlangsung selama acara ini memberikan kesimpulan bahwa entrepreneurship bukanlah sesuatu yang terikat pada genetik; setiap orang memiliki potensi untuk berpikir analitis. Oleh karena itu, konsep dasar entrepreneurship dapat diajarkan untuk mendukung pengembangan kemampuan kognitif yang esensial bagi profesi dokter.

Selain itu, diskusi juga menghasilkan kesepakatan bahwa techno-sociopreneurship adalah masa depan yang harus didorong dalam sektor kesehatan. Para narasumber sepakat bahwa inovasi teknologi yang dipadukan dengan semangat kewirausahaan sosial akan menjadi kunci dalam menjawab berbagai tantangan di sektor kesehatan, mulai dari aksesibilitas hingga efektivitas layanan.

The 44th Strategic Talks ini merupakan salah satu langkah konkret IPB University dalam mendorong pengembangan techno-sociopreneurship di Indonesia. Dengan menghadirkan para ahli dan praktisi terkemuka, acara ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dan inspirasi bagi para peserta untuk terus berinovasi dalam sektor kesehatan. (*/Rz)