Tim PKM PM IPB University ‘B-Rangers Street’ Lakukan Penguatan Minat Bakat bagi Anak Marjinal di Kota Bogor
Anak marjinal merupakan anak-anak terpinggirkan, yang pada umumnya mereka adalah anak yang memiliki keterbatasan dari berbagai aspek seperti lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Untuk itu, tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM PM) IPB University ‘B-Rangers Street’ melaksanakan program penguatan minat bakat pada anak marjinal di sekitaran Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, khususnya mereka yang tergabung dalam komunitas Save Street Child (SSC).
Tim yang diketuai oleh Rahmat King Abd. Azis Zainuddin dengan anggota Rizik Akbar Affandi, Dwi Hardika, Maulidhita Fawwaza dan Nurmareta Istiqomah, serta dibimbing langsung oleh Dr Eva Rachmawati. Mereka mengangkat tema besar pentingnya penguatan minat dan bakat. Metode passion-based approach digunakan guna meningkatkan kualitas hidup anak-anak tersebut.
“Setiap anak memiliki keunikan dan potensi alami, tantangan terbesarnya adalah bagaimana dalam mengembangkannya menjadi minat dan bakat. Anak-anak yang terdapat di komunitas SSC Kota Bogor juga memiliki keunikan tersendiri bagi saya. Mereka banyak yang memiliki kemampuan dan potensi dalam berbagai bidang seperti seni, sains, dan olahraga,” kata King, ketua tim mahasiswa.
Akan tetapi, lanjut dia, keterbatasan ekonomi dan tidak adanya wadah untuk bisa mengembangkan ketertarikan mereka pada suatu bidang jadi penghambat. “Hal tersebut yang membuat tim kami ingin menjalin kerja sama dengan SSC Kota Bogor,” sebutnya.
Save Street Child merupakan komunitas peduli akan kondisi anak jalanan di kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Malang dan Surabaya. Komunitas ini digagas oleh Shei Latiefah, yang sejak 13 tahun lalu mendirikan wadah bagi pemuda untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat, khususnya anak jalanan.
Berdasarkan hasil wawancara mahasiswa IPB University dengan tim pengajar SSC Kota Bogor, saat ini terdapat enam pengajar dengan rentan usia 19-25 tahun. Kurangnya berbagai sumber daya menjadi salah satu hambatan, serta metode yang digunakan cenderung monoton sehingga kurangnya partisipasi dari anak-anak tersebut.
King menjelaskan, metode Passion-based Approach yang digunakan didasarkan pada prinsip Asset Based Community Development (ABCD). Metode ini seringkali digunakan sebagai inovasi dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Hal ini dilandaskan pada aset, kekuatan, dan potensi yang dimiliki sehingga dapat tercipta pembangunan kapasitas dan tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas hidup dari berbagai aspek.
Terhitung sejak April, sudah terlaksana sejumlah program. Mulai dari penyusunan media pembelajaran, penerapan program hingga monitoring dan evaluasi. Tim juga menyusun buku pedoman bagi mitra pelaksana program. Penguatan program juga dilakukan berlandaskan pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan.
“Sejak program dimulai terjadi peningkatan pengetahuan 26 sasaran terkait minat, bakat dan pentingnya mengejar cita-cita sejak usia dini. Pada aspek sikap menunjukkan hal yang positif, terjadi peningkatan self confidence, responsibility, disiplin, dan sikap pantang menyerah,” ungkap King.
“Tentunya penguatan sikap sangat penting bagi anak-anak marjinal, agar mereka mampu untuk mengembangkan minat dan bakat yang mereka miliki,” imbuhnya.
Keterampilan yang dilatih juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Ada lima kelompok passion class di antaranya karya tulis, sains, tari kreasi, olahraga, dan menggambar.
“Kami berharap, program ini bisa memberikan perubahan positif bagi anak-anak marjinal dan juga lingkungan tempat mereka tinggal. Kegiatan mereka menjadi lebih positif dibandingkan harus bermain di daerah Terminal Baranangsiang yang rawan akan dampak negatif bagi anak,” harapnya.
Ia juga menyebut, program yang disusun diharapkan dapat dilanjutkan oleh organisasi yang telah bekerja sama dengan tim, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Dinas Sosial Kota Bogor. (*/Rz)