Pakar IPB University: Dengan Bioteknologi, Produktivitas Tanaman Bisa Capai Triliunan Rupiah
Pakar Bioteknologi Tanaman IPB University, Prof Awang Maharijaya, menyatakan bahwa tidak rugi kucurkan dana riset miliaran rupiah untuk pengembangan bioteknologi tanaman. Pasalnya, tanaman yang dikembangkan dengan bioteknologi bisa menghasilkan produktivitas tinggi hingga mencapai triliunan rupiah.
Ia mencontohkan apa yang dilakukannya terhadap bawang merah di Solok, Sumatera Barat. Hadirnya varietas unggul ‘bawang merah tajuk’, inovasi IPB University yang dikembangkan secara bioteknologi, produktivitasnya meningkat tajam.
“Sebelumnya di Solok, tahun 2016 produktivitas bawang merah hanya mampu menghasilkan 10 ton per hektare. Setelah memakai varietas unggul bawang merah tajuk, produktivitasnya meningkat menjadi di atas 16 ton per hektare,” ungkap Prof Awang dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Kamis (4/7).
Dari situ, lanjutnya, terjadi peningkatan hasil 75 juta per hektarenya. Karena itu, Prof Awang menekankan, “Apabila mengucurkan dana riset 1 hingga 2 miliar rupiah saja, tidak akan rugi karena akan menghasilkan hingga triliunan rupiah.”
“Di sinilah bioteknologi tanaman hadir sebagai solusi kunci untuk mendorong produksi hortikultura yang berdaya saing dan berkelanjutan. Bioteknologi menawarkan strategi inovatif untuk menciptakan varietas tanaman unggul,” ia menegaskan.
Ketua Program Studi Smart Agriculture IPB University ini mengurai, dengan bioteknologi, hasil panen akan tinggi, kualitas produk prima dan umur produksi yang lebih cepat. Tak hanya itu, tanaman juga memiliki toleransi terhadap stres abiotik (kekeringan, panas, banjir, salinitas, tanah asam), efisiensi air dan hara yang lebih baik, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Pengembangan varietas tanaman hortikultura adaptif ini akan diintegrasikan dengan sistem smart climate horticulture. Penerapan metode dan standar operasional prosedur (SOP) yang terstandardisasi juga akan diimplementasikan untuk menghasilkan produk berkualitas sesuai dengan standar mutu yang diharapkan, termasuk produksi cepat, senyawa khas/unik, karakteristik spesifik, dan reputasi tertentu.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa bioteknologi juga dapat digunakan untuk mencirikan produk hortikultura yang berasal dari wilayah geografis tertentu, sehingga memperkuat perlindungan Indikasi Geografis (IG).
IG merupakan pengakuan atas keunikan dan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan dari suatu daerah tertentu, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti lingkungan, tradisi, dan keahlian lokal. Perlindungan IG ini membantu meningkatkan nilai produk hortikultura dan memastikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal yang telah lama melestarikan budi daya tersebut.
“Bioteknologi dapat memastikan konsistensi kualitas dan karakteristik produk hortikultura. Hal ini dicapai melalui pengembangan varietas tanaman yang tahan terhadap variabilitas lingkungan dan praktik budi daya,” terang Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB University ini.
Dengan demikian, konsumen dapat selalu menikmati produk hortikultura lokal dengan rasa, aroma, dan tekstur yang khas dan konsisten. Penerapan teknik analisis DNA dapat digunakan untuk pelacakan dan penelusuran, mencirikan dan memverifikasi keaslian produk hortikultura dan memastikan asal-usul dan kualitasnya”, tambahnya. (dh/Rz)