IPB University Jajaki Peluang Kerja Sama ART dan Biobank dengan Monash University, Konservasi Satwa Liar dan Produksi Ternak

IPB University Jajaki Peluang Kerja Sama ART dan Biobank dengan Monash University, Konservasi Satwa Liar dan Produksi Ternak

IPB University Jajaki Peluang Kerja Sama ART dan Biobank dengan Monash University, Konservasi Satwa Liar dan Produksi Ternak
Berita

IPB University menjajaki peluang kerja sama pendidikan dan penelitian dengan Monash University, Australia terkait Assisted Reproductive Technology (ART) dan Biobank untuk konservasi satwa liar dan produksi ternak.

Mengawali peluang tersebut, Prof Bambang Purwantara, Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University mengunjungi Education Program in Reproduction and Development (EPRD), (11/7).

EPRD merupakan unit di bawah Monash University yang telah lama dikenal di seluruh dunia menjadi tempat belajar bagi calon pengelola laboratorium fertilisasi in vitro (IVF) atau yang lebih dikenal dengan bayi tabung melalui program Master in Clinical Embryology (MCE).

Program MCE di Monash University telah dimulai 25 tahun yang lalu. Motor penggerak utama EPRD adalah Dr Mulyoto Pangestu, putra Tegal, yang telah menjadi dosen dan peneliti di Monash University sejak awal tahun 1990-an.

“MCE berdiri sejak tahun 1999 dan telah menghasilkan lebih dari 750 ahli embriologi klinis, dari sekurang-kurangnya 47 negara Asia, Eropa, Amerika dan Afrika”, kata Dr Mulyoto. Selain program MCE, ada juga program Graduate Diploma in Reproductive Sciences, Master in Reproductive Sciences dan PhD, juga ada program non-degree atau workshop.

Prof Bambang Purwantara mengatakan, saat ini, SKHB IPB University telah memiliki laboratorium canggih untuk pengembangan ART dan Biobank khususnya dalam mendukung konservasi satwa liar.

“Dengan membuka peluang kerja sama dengan Monash University, diharapkan IPB University dapat menjadi simpul bagi berkembangnya pendidikan embriologi klinis untuk mendidik para calon pengelola laboratorium IVF di seluruh Indonesia, sekaligus memperkuat Fakultas Kedokteran IPB University,” paparnya.

Dalam konteks biobanking, EPRD juga memiliki unit Frozen Zoo, yang bekerja sama dengan seluruh zoo di Australia untuk mengirimkan organ seperti ovarium, testis jika ada hewan penghuni kebun binatang yang mati.

“Jaringan yang tersimpan dalam kondisi beku di dalam tangki nitrogen cair tersebut nantinya dapat digunakan untuk menjadi sumber materi genetik bagi produksi embrio in vitro di laboratorium”, ujar Prof Bambang.

Laboratorium EPRD juga bekerja sama produksi embryo in vitro pada sapi dengan perusahaan advanced reproduction, Kyabram Victoria Australia. “Dengan memanfaatkan limbah rumah potong hewan, perusahaan ini dapat memproses sekitar 200-300 sel telur per hari untuk dijadikan embrio”, pungkas Dr Mulyoto.

Dengan teknik ovum pick up (OPU) menggunakan alat bantu ultrasonografi (USG), panen sel telur dapat dilakukan terus menerus, bahkan ketika hewan sedang bunting.

“Untuk Indonesia sebaiknya dikembangkan IVF dengan sel telur hasil OPU, yang dengan dua kali sesi OPU setiap minggu tanpa stimulasi akan diperoleh sekitar 50 sel telur per bulan”, kata Prof Bambang.

Kerja sama EPRD dengan Advanced Reproduction, Kyabram juga telah mendidik puluhan praktisi IVF dan OPU pada sapi dari Tiongkok, Bangladesh di samping dari Australia sendiri. “Kerja sama IPB University dan Monash University dalam produksi embrio dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, perlu tindak lanjut ke depannya,” tandas Prof Bambang. (*/Rz)