Guru Besar SKHB IPB University Rintis Networking dengan Melbourne University dalam Pemberantasan Wabah PMK

Guru Besar SKHB IPB University Rintis Networking dengan Melbourne University dalam Pemberantasan Wabah PMK

Guru Besar SKHB IPB University Rintis Networking dengan Melbourne University dalam Pemberantasan Wabah PMK
Riset

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang kembali merebak tahun 2022 lalu terbukti telah menurunkan produktivitas dan populasi sapi dan kerbau di Indonesia. Wabah PMK ini tentu menimbulkan kerepotan baru bagi penanganan penyakit hewan strategis di Indonesia.

Padahal, sejak tahun 1990, Indonesia telah dinyatakan bebas PMK, sehingga lebih dari 22 tahun Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang bebas PMK.

Dalam rangkaian kunjungan ke Melbourne, Prof Bambang Purwantara, Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University melakukan pertemuan dan merintis peluang kemitraan dengan Prof Mark Stevenson dari Asia Pacific Center for Animal Health (APCAH) yang bermarkas di Melbourne University.

Prof Stevenson adalah lead researcher yang memimpin tim APCAH untuk membantu Indonesia dalam pemberantasan penyakit PMK. Melalui kerja sama dengan Epivets New Zealand, APCAH telah membantu Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI dalam pengembangan model simulasi PMK dalam menentukan strategi-strategi yang implementatif untuk pemberantasan PMK di Indonesia.

Saat ini, Direktorat Kesehatan Hewan telah memiliki sistem pengumpulan dan evaluasi data yang terkumpul dari petugas kesehatan hewan di lapangan melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSHIKNAS). Tim APCAH dan Epivets menggunakan kasus PMK di Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi model untuk nantinya dapat digunakan secara nasional.

Dalam kunjungan tersebut, Prof Bambang menyampaikan bahwa ekses dari wabah PMK telah menurunkan produksi susu, menurunkan kenaikan berat badan, dan menghambat pertumbuhan pedet. Bahkan, wabah ini juga menurunkan populasi sapi dan kerbau secara drastis, karena kematian dan potong paksa.

Dalam bidang reproduksi, PMK terbukti telah menurunkan fertilitas sapi dan kerbau. “Ekses PMK di lapangan telah menurunkan kesuburan sapi dan kerbau betina berupa keterlambatan kembali berahi setelah beranak, kegagalan pembuahan dan implantasi dan keguguran,” kata Prof Bambang.

Prof Stevenson menyambut baik inisiatif untuk melakukan kajian lebih jauh terkait ekses PMK termasuk dalam aspek-aspek reproduksi.

“Melalui inisiasi proyek yang kami kerjakan di NTB ini, kita dapat mengembangkannya tidak saja untuk strategi pemberantasan PMK tetapi juga untuk memperluas cakupan termasuk ekses dari PMK ini, khususnya di bidang reproduksi”, tutur Prof Sevenson.

Kunjungan tersebut juga membuka peluang bagi pelibatan SKHB IPB University dalam berbagai kegiatan yang dikoordinasikan oleh APCAH dan Veterinary School, Melbourne University dalam bidang kesehatan hewan secara nasional maupun regional. (*/Rz)