GO ARK, Kolaborasi Ilmuwan IPB University Bersama Warga untuk Konservasi Amfibi dan Reptil di Indonesia
Lewat Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Profesor IPB University dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan), Prof Mirza Dikari Kusrini memperkenalkan Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (GO ARK) sebagai upaya pengarusutamaan konservasi amfibi dan reptil di Indonesia.
“Kegiatan ini mendorong kolaborasi ilmuwan dan masyarakat, serta memberikan kesempatan bagi relawan untuk bertemu dan berbagi pengetahuan. Meskipun ada tantangan, sains warga efektif mengumpulkan data skala besar dengan melibatkan masyarakat,” tuturnya.
Prof Mirza menyebut bahwa hingga 3 Juni 2024, GO ARK telah mencatat 30.163 data, sebagian besar data berasal dari Pulau Jawa dan Bali. Hasil dari kegiatan ini berhasil mengumpulkan data lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan data yang tersimpan di museum, meski kualitas data harus terus dijaga melalui pelatihan dan validasi.
“GO ARK juga telah melaporkan keberadaan spesies asing yang berpotensi menjadi invasif, mendeteksi spesies yang keberadaan lebih tinggi dari sebelumnya, ataupun spesies yang belum terdeskripsikan namun tidak terpantau sebelumnya,” ucapnya.
Prof Mirza mengatakan bahwa spesies urban yang saat ini banyak dijumpai adalah bunglon taman Calotes versicolor yang baru tercatat di Museum Zoologicum Bogoriense mulai tahun 2010 dari spesimen yang ada di sekitar Cibinong.
Ia menyebut bahwa C versicolor adalah salah satu dari tiga besar reptil yang paling banyak tercatat oleh relawan di Jawa.
“Salah satu temuan penting dari proyek Amfibi Reptil Kita (ARK) adalah laporan katak rhacophorid yang belum terdeskripsikan di Cagar Alam Leuweung Sancang di Jawa Barat. Pada kasus seperti ini, sains warga bertindak sebagai pengamatan awal yang menginformasikan kemungkinan adanya spesies yang belum terdeskripsikan di lokasi tertentu,” tuturnya.
Lebih lanjut, Prof Mirza menjelaskan bahwa saat ini ada 106 jenis amfibi dan 181 reptil di Indonesia memiliki status keterancaman Data Deficient (DD/kekurangan data) berdasarkan daftar merah.
Status data DD menunjukkan bahwa informasi yang tersedia tentang suatu spesies tidak cukup untuk menilai risiko kepunahannya.
“Spesies yang masuk dalam kategori DD mungkin menghadapi ancaman serius yang tidak terdeteksi atau tidak terdokumentasi. Status DD membuat para pemangku kebijakan dan organisasi konservasi kesulitan untuk memprioritaskan sumber daya mereka,” jelasnya.
Prof Mirza mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas data dan kapasitas herpetologis muda, GO ARK telah melakukan pelatihan oleh herpetologis profesional. Pelatihan mencakup penggunaan aplikasi, identifikasi spesies, dan penanganan hewan. (dr/Rz)