Berkaca dari Gempa Bumi Cianjur, Guru Besar Fahutan IPB University Rancang Konsep Rumah Hijau Adaptif Gempa

Berkaca dari Gempa Bumi Cianjur, Guru Besar Fahutan IPB University Rancang Konsep Rumah Hijau Adaptif Gempa

Berkaca dari Gempa Bumi Cianjur, Guru Besar Fahutan IPB University Rancang Konsep Rumah Hijau Adaptif Gempa
Riset

Kejadian bencana gempa bumi yang melanda Cianjur November 2022 lalu masih membekas di masyarakat. Kala itu, banyak warga Cianjur menjadi korban karena tertimpa reruntuhan bangunan.

Prof Dede Hermawan, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University yang berada di Cianjur saat kejadian juga turut menjadi korban reruntuhan. Berkaca dari kejadian tersebut, ia merancang konsep ‘rumah hijau’ atau ramah lingkungan yang adaptif terhadap gempa.

Komponen bangunan rumah hijau tersebut tersusun dari by product industri pertanian maupun industri furnitur yang diolah menjadi biokomposit. Mulai dari pondasi, dinding, flooring, plafon hingga ke genteng. Bahkan, sumber listriknya pun berasal dari biokomposit limbah industri.

“Sebelum kejadian (gempa), inovasi ini sudah berjalan selama lima tahun bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan sudah memiliki paten. Setelah kejadian, tercetus ide membangun rumah ramah lingkungan yang adaptif terhadap gempa dan inovasi ini masih terus dikembangkan,” ujarnya dalam Hadi Alikodra Podcast yang disiarkan di kanal YouTube Bogor Natur Indonesia BNGi.

Prof Dede mengurai, dibandingkan dengan komponen bangunan konvensional, komponen dari biokomposit inovasinya memiliki beberapa keunggulan. Genteng dari batang sorgum atau serat kelapa misalnya, memiliki bobot yang lebih ringan daripada genteng keramik biasa. Bobotnya sepersepuluh lebih ringan per meter persegi. Ketika terjadi gempa dan runtuh, dampak yang ditimbulkannya lebih ringan. Namun demikian, ketahanannya masih sesuai standar dan berdaya saing.

“Karena sebagian besar komponen rumahnya terdiri dari biokomposit yang ringan dan adaptif, bila terjadi gempa, tidak akan langsung runtuh, sehingga penghuni rumah lebih mudah menyelamatkan diri,” terang Prof Dede.

“Ada juga panel semen, gabungan semen dengan by product kayu yang digunakan sebagai dinding. Selain lebih ringan, panel ini dapat menyerap polusi udara dan memulihkan diri bila terjadi keretakan,” lanjut dia.

Tidak hanya itu, ia juga merancang plafon yang terbuat dari plastik bekas dan serbuk gergaji, kayu transparan pengganti kaca, dan wood pellet atau chip sebagai bahan bakar terbarukan.

“Bangunannya akan lebih ramah lingkungan karena dialiri listrik yang juga berasal dari bahan bakar yang ramah lingkungan. Keunggulan wood pellet ini selain nilai kalorinya baik, harga per kilogramnya lebih murah daripada gas biasa, dan berasal dari tanaman energi,” kata dia.

“Inovasi ini bukan hanya tanggapan terhadap kejadian gempa yang terjadi di Indonesia, namun merupakan bentuk kontribusi mengatasi krisis energi dan iklim yang terjadi secara global,” tutupnya. (MW/Rz)