Agar Sistem Pangan Indonesia Lebih Aman, Profesor IPB University: Butuh Inovasi Khas dan Agregasi Lahan

Agar Sistem Pangan Indonesia Lebih Aman, Profesor IPB University: Butuh Inovasi Khas dan Agregasi Lahan

Agar Sistem Pangan Indonesia Lebih Aman, Profesor IPB University: Butuh Inovasi Khas dan Agregasi Lahan
Berita

Prof Sobir, Guru Besar IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH), Fakultas Pertanian (Faperta) memberikan masukan agar sistem pangan di Indonesia bisa lebih aman dan berkelanjutan.

Menurutnya, urgensi mewujudkan sistem pangan dan pertanian yang berkelanjutan didasari oleh kebutuhan untuk bertahan hidup. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan upaya kolektif, inovasi khas Indonesia, dan agregasi dalam pengelolaan lahan pertanian sehingga dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Tantangan yang dihadapi di sektor pertanian adalah stok pangan terutama beras yang semakin menipis. Sementara di tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 350 juta orang,” ujar Prof Sobir dalam Talkshow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Learning Hub Goes to Campus di Auditorium Toyib Hadiwijaya, Kampus IPB Dramaga.

Tantangan kedua, lanjut dia, standar hidup yang layak dan konsumsi masyarakat semakin meningkat. Hal tersebut dibarengi dengan isu food waste yang belum rampung.

“Kita tidak bisa selalu mengandalkan impor, karena ketersediaannya di pasar global juga belum tentu mencukupi. Ditambah lagi kemungkinan produksi padi yang menurun, sedangkan jumlah petani di Indonesia semakin berkurang,” jelas dia.

“Harus mengamankan supply dulu sebelum mendahulukan impor, sektor pertanian harus lebih ketat lagi terkait masalah ini. Bila lahan pertanian bisa di-expand ke 60 juta hektare lahan yang tersedia dan dibuat dua kali lipat dari luasan sebelumnya, maka pangan kita mendatang bisa secure,” tambahnya.

Namun demikian, ia menyebutkan, masih ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti kapasitas petani dalam pengelolaan lahan, upaya kolektif dan multisektor bersama pemerintah, dan ekosistem inovasi pertanian yang masih perlu diperbaiki.

“Kita membutuhkan teknologi yang khas Indonesia, precision farming masih sulit diterapkan karena harus dicocokan sesuai luasan lahan pertanian dan ekosistem Indonesia yang berbeda di setiap daerah,” ungkap Prof Sobir.

Menurut dia, saat ini teknologi pertanian sudah ada. Namun, ia melanjutkan, dalam aplikasinya masih membutuhkan biaya lebih. Penerapannya juga hanya cocok pada luasan tertentu.

“Pertanian kita ke depan butuh agregasi dalam pengelolaan lahannya sehingga lebih menguntungkan dari segi produktivitas dan biaya produksinya,” katanya. (MW/Rz)