Menjaga Kelestarian Terumbu Karang, FPIK IPB University Turut Aktif dalam Workshop INREEF

Menjaga Kelestarian Terumbu Karang, FPIK IPB University Turut Aktif dalam Workshop INREEF

Menjaga Kelestarian Terumbu Karang, FPIK IPB University Turut Aktif dalam Workshop INREEF
Berita

Sebanyak lima orang delegasi IPB University berpartisipasi aktif pada kegiatan Interdisciplinarity Program to Build the Resilience of Marine Protected Areas in Tourism Destination (INREEF) Workshop 2024 terkait dengan Monitoring dan Pariwisata di Kawasan Konservasi Laut (Marine Protected Area). Workshop diadakan belum lama ini di Coral Triangle Center, Sanur dan di Pulau Nusa Lembongan.

Kegiatan tersebut berfungsi sebagai platform penting untuk melibatkan pemangku kepentingan lokal Indonesia dan mendorong pertukaran pengetahuan. Hal ini bertujuan untuk meletakkan dasar bagi kolaborasi di masa depan, menyediakan forum untuk secara kolektif menghadapi tantangan ketahanan terumbu karang di Indonesia yang merupakan pusat keanekaragaman terumbu karang dunia.

INREEF adalah program kolaboratif yang dirancang untuk mengidentifikasi dan mengembangkan alat untuk menganalisis, memantau dan mengatur ketahanan Kawasan Konservasi Perairan (KKL). Tujuannya adalah untuk menjaga terumbu karang di tengah tantangan yang ditimbulkan oleh fluktuasi pariwisata dan perubahan iklim.

“Program INFREE adalah salah satu program kerjasama internasional antara Wageningen University and Research, Belanda yang diketuai oleh Dr Lisa Becking dengan IPB University yang memanfaatkan jaringan kuat dan kemitraan transdisipliner internasional yang strategis yang melibatkan lembaga pengetahuan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), badan pemerintah, dan sektor swasta,” ungkap Prof Fredinan Yulianda, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University.

“Tourism dan konservasi seharusnya menjadi dua hal yang saling memberikan dampak positif bagi ekologi dan lingkungan, namun saat ini keduanya seringkali masih menjadi hal yang bertolak belakang,” tutur Prof Fredinan, saat menyampaikan presentasi dalam workshop.

Ia menerangkan, lima puluh persen terumbu karang di dunia telah hilang akibat perubahan iklim global dan tekanan lokal akibat penangkapan ikan dan polusi. “Namun masih ada harapan karena semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa ketahanan terumbu karang yang tersisa dapat diperkuat dengan strategi pengelolaan adaptif yang mengurangi penyebab stres lokal,” tuturnya

“KKL umumnya digunakan untuk melindungi terumbu karang dan berfungsi sebagai reservoir keanekaragaman hayati untuk wilayah yang lebih luas, serta untuk mempertahankan mata pencaharian. KKL terdiri dari ekosistem, sistem sosial, dan pengaturan tata kelola untuk membatasi akses dan mendistribusikan manfaat,” jelas Prof Fredinan.

Sementara, Rili Djohani selaku Executive Director Coral Triangle Center (CTC) mengungkapkan, “Aktivitas pariwisata di Nusa Penida sangat berbeda jauh saat dan setelah pandemic Covid-19, ini bisa dibuktikan dengan jumlah kapal wisata yang beraktivitas di sekitar Manta Poin,” ucapnya.

Delegasi yang hadir mewakili IPB University antara lain Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Prof Fredinan Yulianda, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Dr Syamsul Bahri Agus, Sekretaris Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Dr Beginer Subhan serta dua dosen muda yakni Riza Pasaribu dan Dea Fauzia Lestari.

Selain itu kegiatan ini turut dihadiri oleh beberapa mitra seperti Universitas Papua, Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Coral Triangle Center (CTC), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, Raja Ampat Research and Conservation Centre (RARCC), Konservasi Indonesia (KI) dan Misool Foundation. (Dea/Lp)