Mahasiswa IPB University Sumbang Gagasan di Propaktani Episode 35
Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) RI bersama Masyarakat Singkong Indonesia mengadakan Webinar Nasional Propaktani episode 35. Acara ini turut menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB University.
Propaktani episode kali ini mengangkat tema Urgensi Pengembangan Singkong sebagai Komoditas Strategis Nasional untuk Bahan Pangan, Pakan dan Bioindustri. Webinar dihadiri tak kurang dari 250 peserta.
Latif Hidayatul Ikhsan, Menteri Koordinator Pengabdian Masyarakat BEM KM IPB University turut hadir dan memberikan gagasannya. Ia menyebut, sebagai akademisi dan generasi muda, dirinya sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut singkong. Ia juga antusias untuk ikut berperan dalam hilirisasi pertanian Indonesia, termasuk komoditas singkong.
“Mungkin saat ini belum terlihat, akan tetapi di balik kebermanfaatan singkong yang sangat banyak dan mudah dibudidayakan, ke depan insyaallah singkong Indonesia akan bisa maju,” tegasnya. (*/Rz)
Dirjen Tanaman Pangan, Kementan RI Dr Suwandi dan Ir Arifin Lambaga selaku Ketua Masyarakat Singkong Indonesia hadir dan menyampaikan pentingnya concern terhadap pangan selain nasi. Dalam hal ini salah satunya menggali lebih mengenai singkong.
Program ini bertujuan memaksimalkan potensi singkong yang saat ini kurang diperhatikan. Dengan memberikan wawasan dan peluang singkong ke depan, bukan tak mungkin Indonesia kembali menjadi ‘raja singkong’.
“Saya amat mengapresiasi dan mendukung peningkatan potensi singkong ini. Tentu dengan inovasi saat ini yang harus terus dikembangkan, jangan lupa juga dengan inovasi biosaka nanti bisa dikolaborasikan juga,” ujar Dr Suwandi.
Ia juga mengingatkan pentingnya diversifikasi pangan yang harus digencarkan. “Kita tahu Lampung penghasil singkong, tetapi masyarakatnya tidak memakan singkong sebagai sumber karbohidratnya,” jelasnya.
Sejauh ini, sebutnya masyarakat wilayah timur yang menjadikan singkong jadi makanan pokok. Menurut dia, potensi yang ada di daerah, bisa dimaksimalkan untuk dimanfaatkan.
“Jangan terlalu bergantung makan hanya nasi, masih banyak sumber karbohidrat pengganti nasi seperti sagu, sorgum dan singkong ini. Saya yakin Masyarakat Singkong Indonesia sudah banyak melakukan peningkatan produksi dari hulu sampai hilir, tentunya harus kita dukung dan tingkatkan terus,” tutur Dr Suwandi.
Sementara, Ir Arifin Lambaga mengatakan bahwa singkong ini mampu menghasilkan 40-60 ton per hektare. Jika dibandingkan padi, tentu sangat jauh. Maka dari itu, ia menekankan perlunya generasi muda dan semua pihak ikut berinovasi dan mengembangkan singkong Indonesia.
“Tahun 1900-an Indonesia jadi sentra singkong, tapi saat ini dikuasai Vietnam. Untuk itu, mari kita kembalikan kejayaan singkong Indonesia ke dunia,” pungkasnya. (*/Rz)