The 6th EMBRIO International Symposium Libatkan Partisipan dari 10 Negara
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) mengadakan The 6th EMBRIO International Symposium (EIS) 2023. Kegiatan ini melibatkan partisipan dari 10 negara dan diselenggarakan secara hybrid di Auditorium Sumardi Sastrakusumah, Kampus IPB Dramaga, Bogor, (6-7/11).
Ketua panitia penyelenggara, Dr Safrina Dyah Hardiningtyas menyampaikan kegiatan ini merupakan acara rutin dua tahunan yang dilaksanakan para peneliti dari FPIK IPB University yang tergabung dalam tim EMBRIO. Melalui EIS, ia berharap para peneliti bisa mendapatkan informasi dan wawasan terbaru terkait isu perikanan dan kelautan.
“Kami juga mengundang universitas dari beberapa negara yang memiliki reputasi world class university ranking. Kegiatan EIS juga dalam upaya merespon kegiatan G20 yang diadakan tahun lalu yang menyatakan bahwa sektor perikanan dan kelautan menjadi sektor penting,” ujarnya.
Dr Safrina mengatakan, ada 110 partisipan yang berasal dari dalam dan luar negeri. Sebanyak 10 negara yang berpartisipasi dalam acara ini meliputi Australia, Jerman, Prancis, Indonesia, Filipina, Vietnam, Jepang, Inggris, Irlandia dan Cekoslowakia.
Wakil Rektor IPB University bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Prof Deni Noviana menyampaikan terima kasih kepada para peneliti yang telah menyelenggarakan konferensi ini Acara bergengsi ini, ia sampaikan tidak hanya untuk IPB University tetapi juga untuk komunitas akademik global dengan saling berkomitmen mewujudkan kemakmuran dari samudra, melalui sumber daya laut secara berkelanjutan.
“Saat ini dunia menghadapi tantangan signifikan terkait dengan kelestarian lingkungan khususnya di lautan Indonesia. Poin-poin dalam upaya kami untuk menjaga kesehatan ekosistem laut adalah bersumber dari inisiatif global seperti kerangka kerja keanekaragaman hayati global pasca-G2020, perlindungan ekosistem laut, pengendalian penangkapan ikan ilegal, serta pengembangan kawasan lindung laut di Antartika,” ujarnya.
Menurut Prof Deni, acara ini bukan hanya tentang berbagi pengetahuan, melainkan juga tentang berkolaborasi, menambah jejaring hingga mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan. Simposium ini juga bisa melatih ilmuwan generasi berikutnya dan mencari saran ahli tentang isu-isu praktis dalam intensitas laut tropis dan konservasi pengelolaan perikanan.
“Mari kita bersatu untuk keberlanjutan keragaman perikanan dan kelautan Indonesia dan kesejahteraan seluruh umat manusia,” ajaknya.
Sementara, Dekan FPIK IPB University, Prof Fredinan Yulianda menyatakan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia saat ini 72 persennya telah rusak parah. Hanya 28 persen yang masih dalam kondisi baik. Karena itu, gelaran seminar ini penting untuk melihat sudut pandang dunia bagaimana menyikapi hal ini, sehingga nantinya akan ada rekomendasi untuk ditindaklanjuti bersama.
“Acara ini menjadi momen penting yang terkait sumber daya kelautan Indonesia yang memiliki potensi sangat tinggi, tetapi berada dalam keadaan tidak baik-baik saja. Karena itu, kita ingin melihat bagaimana pemikiran para expert terkait permasalahan tersebut,” tuturnya. (dh/Rz)