Rektor IPB University: Pemimpin Negara yang Dipilih Harus Mengerti Konsep Ekokrasi

Rektor IPB University: Pemimpin Negara yang Dipilih Harus Mengerti Konsep Ekokrasi

Rektor IPB University: Pemimpin Negara yang Dipilih Harus Mengerti Konsep Ekokrasi
Berita

Prof Arif Satria, Rektor IPB University menjelaskan bahwa sosok pemimpin Indonesia nantinya harus memiliki environmental leadership dan memahami konsep ekokrasi. Sosok pemimpin itu harus mampu menciptakan tata kelola lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Ia juga mesti menyinergikan antara rasionalitas ekologi dan rasionalitas ekonomi, terutama dalam menghadapi tekanan global dan korporasi.

Opini Rektor IPB University tersebut merupakan respon terhadap tiga bakal calon presiden (Bacapres) yang memuat isu lingkungan dalam visi misinya. Pemahaman lingkungan Bacapres dan keselarasan agenda demokrasi dan aspek ekologi masih perlu dikritisi.

Menurut Prof Arif, isu lingkungan adalah persoalan yang kompleks antarsektor dan kementerian. Selama ini, pembangunan modern cenderung berfokus pada rasionalitas ekonomi. Padahal di sisi lain, terdapat kalangan masyarakat yang lebih peduli pada rasionalitas ekologi.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa rasionalitas ekologi harus selaras dengan rasionalitas ekonomi. Konsep ekokrasi ini akan memberi makna bahwa perlindungan lingkungan hidup memiliki pijakan kuat dalam perundang-undangan pembangunan.

“Teori (ekokrasi) ini tujuannya menyinergikan antara rasionalitas ekologi dan ekonomi. Itu adalah pandangan modernisasi ekologi yang semakin lama sudah semakin berkembang. Dan, pembangunan berkelanjutan adalah turunan dari konsep ini,” jelasnya dalam tayangan Visi Negarawan di Metro TV, (10/11).

Bila konsep ekokrasi diwujudkan, ia melanjutkan, maka pendekatan transdisiplin dan berkelanjutan yang dikembangkan saat ini akan semakin efektif untuk menjadi landasan kebijakan pembangunan.

Prof Arif menjelaskan, dalam proses demokrasi pascareformasi, dari 288 peraturan daerah yang dikeluarkan, 44 persennya belum mempertimbangkan aspek ekologi, tapi berorientasi pada izin retribusi. Sementara kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya masih sangat minim.

“Korupsi sumber daya alam kini semakin menjadi tren. Maka kita membutuhkan pemerintahan yang ‘green’ dan bersih serta adil dalam mengawasi semua proses pembangunan strategis di tingkat pusat dan daerah,” ujar Prof Arif.

Negara memiliki fungsi sebagai agen pembangunan sekaligus pelindung lingkungan. Oleh karenanya, pemerintah yang baik harus mampu mencari titik tengahnya. Di sisi lain, masyarakat sebenarnya sangat peduli dengan lingkungan.

“Sosok pemimpin ini harus melindungi rakyat kecil dan mengetahui mitos bahwa rakyat tidak peduli lingkungan adalah salah. Masyarakat sebenarnya sangat peduli dengan lingkungan dan pengetahuan lokal tidak boleh diabaikan, maka dari itu di IPB University mengembangkan sains berkelanjutan yang mengakui eksistensi pengetahuan dan kearifan lokal,” pungkas dia.(MW)