Tim PKM IPB University Ungkap Mangkraknya Pabrik Program Desa Mandiri Energi Nyamplung Patutrejo

Tim PKM IPB University Ungkap Mangkraknya Pabrik Program Desa Mandiri Energi Nyamplung Patutrejo

Tim PKM IPB University Ungkap Mangkraknya Pabrik Program Desa Mandiri Energi Nyamplung Patutrejo
Student Insight

Tim Grew Up IPB University dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM RSH) mengadakan turun lapang untuk mengidentifikasi penyebab mangkraknya pabrik bekas pengolahan biji nyamplung di Desa Patutrejo, Kecamatan Grabag, Purworejo, Jawa Tengah.

Pabrik pengolahan biji nyamplung ini merupakan bagian dari program Desa Mandiri Energi (DME) pada 2009 silam. Program ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang mandiri energi melalui pengolahan nyamplung menjadi biofuel (bahan bakar minyak).

Program DME berbasis nyamplung di Patutrejo ini mulanya merupakan realisasi dari gagasan Prof Sudrajat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan) bekerja sama dengan Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Program ini telah diresmikan pada 6 Desember 2009 lalu di Desa Patutrejo dan dihadiri langsung oleh Prof Sudrajat, Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan), Prof Budi Laksono (peneliti), Bibit Waluyo (Gubernur Jawa Tengah), perwakilan pemerintah daerah dan desa, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Lestari dan masyarakat setempat.

Hasil penelusuran tim mengungkap, pabrik ini sudah lama tidak beroperasi setelah DME mangkrak pada awal tahun 2010. Namun, yang mengejutkan seluruh alat dan mesin pengoperasi biji nyamplung masih tersusun lengkap meskipun sudah tertutupi korosi dan debu.

Barino selaku eks-penanggung jawab produksi minyak nyamplung yang mendampingi mahasiswa IPB University mengatakan, salah satu penyebab mangkraknya DME di Patutrejo karena mesin rusak dan tidak mampu mengolah biji nyamplung lagi.

“Fakta lain yang kami temukan adalah bahwa mesin yang digunakan untuk mengekstrak minyak biji nyamplung ternyata tidak sesuai, karena mesin screw press yang selama ini digunakan tersebut sebenarnya dirancang untuk mengolah biji jarak pagar. Hal itulah yang menyebabkan masyarakat bingung biji nyamplung tidak mengeluarkan minyak dari proses tersebut,” ungkap Fenty Wurni Asih, salah satu anggota tim.

Fenty menuturkan, semestinya keberlangsungan program DME diharapkan dapat memberikan kemudahan masyarakat dalam memproduksi secara mandiri minyak nyamplung untuk bahan bakar minyak (biofuel). Di samping itu, aktivitas produksi yang berjalan di pabrik bisa meningkatkan pendapatan dan memperluas lapangan pekerjaan, serta dapat menciptakan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.

Anggi, anggota tim lainnya berpandangan, walaupun pada nyatanya terjadi kegagalan dan berakhir pada mangkraknya program tersebut, apabila dimungkinkan ke depannya DME hadir kembali, evaluasi dan perbaikan harus dilakukan secara masif dan intensif. “Ini penting demi menciptakan DME yang sesuai dengan output yang diharapkan,” tandasnya. (FWA/Rz)