Prof Farah Fahma: Pengembangan Material Berbasis Selulosa dan Nanoselulosa Dukung Agroindustri Berkelanjutan
Pakar teknologi industri IPB University, Prof Farah Fahma mengatakan, pengembangan material berbasis selulosa dan nanoselulosa berpotensi besar dalam mendukung agroindustri berkelanjutan. Pemanfaatan bahan-bahan alam niscaya dapat mengembangkan agroindustri yang lebih ramah lingkungan.
Kapas, misalnya, merupakan material berbasis selulosa banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tekstil. Saat ini industri tekstil Indonesia bergantung pada kapas impor dan dalam beberapa tahun terakhir menghadapi keterbatasan kapas.
“Ini merupakan tantangan sendiri bagaimana kita mengeksplorasi bahan baku nonkapas untuk bisa dijadikan bahan baku tekstil. Itu sebenarnya sangat memungkinkan. Kita punya rami, kenaf dan itu bisa dieksplorasi sebagai pengganti kapas untuk bahan baku industri tekstil kita. Namun, proses ekstraksi dan pengolahan serat masih menjadi tantangan tersendiri,” tuturnya dalam acara Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University secara daring (19/10).
Prof Farah menjelaskan, selain tekstil, industri pulp dan kertas juga sudah menggunakan produk berbasis selulosa yang bersumber dari kayu. Namun, dengan terbatasnya ketersediaan bahan kayu, penerapan selulosa di industri tersebut dapat beralih ke sumber serat alam nonkayu seperti ampas sagu, bambu dan eceng gondok. Bahkan, ia menyebut bahwa kertas yang bersumber serat alam nonkayu memiliki performa kertas liner terbaik.
Adapun nanoselulosa, lanjutnya, dapat diaplikasikan dalam kemasan produk industri. Pada sistem kemasan aktif, penambahan antimikroba dan antioksidan dalam matriks komposit bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk yang rentan terhadap pembusukan oleh mikroba dan proses oksidasi.
“Nanoselulosa dapat berperan sebagai pengontrol pelepasan minyak atsiri. Kemasan saset yang memuat butiran komposit silika-alginate-nanoselulosa secara kontinyu melepaskan minyak atsiri kayu manis hingga enam hari dan efektif menghambat mikroba patogen,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, “Kami bersama tim telah berhasil membuat film nanokomposit pati termoplastik-polivinil alkohol yang diperkuat dengan nanoselulosa dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Cabai merah uji yang dikemas dalam film pati termoplastik-polivinil alkohol mampu mempertahankan kesegaran hingga 12 hari pada suhu ruang.”
Dosen IPB University di Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN), Fateta ini juga menyebut selulosa dan turunannya dapat diaplikasikan di bidang biomedis dan pertanian. Di bidang biomedis, aplikasi selulosa dan turunannya semakin diminati karena bersifat biokompatibel, memiliki toksisitas rendah, mampu mengontrol pelepasan obat, memiliki luas permukaan yang besar, memiliki kemampuan meniru matriks ekstraseluler dan mudah dimodifikasi.
“Di bidang pertanian, selulosa dapat diaplikasikan sebagai pengontrol pelepasan pupuk. Pupuk dengan pelepasan terkontrol merupakan solusi ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi dan berdampak pada pertanian berkelanjutan. Dalam hal ini, selulosa dan nanoselulosa merupakan matriks alami yang menguntungkan untuk mengendalikan kinetika pelepasan hara. Hidrofilisitas selulosa yang tinggi membantu menjaga kelembaban tanah untuk pertumbuhan tanaman,” urai dia.
Menurut Prof Farah, tantangan ke depannya teknologi pemrosesan selulosa dan nanoselulosa akan banyak bersinggungan dengan green chemistry sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan zat berbahaya. Di masa depan, teknologi manufaktur aditif mengalami perkembangan pesat untuk menghasilkan produk berbasiskan selulosa dan nanoselulosa. Pendekatan tersebut bertujuan untuk mendukung agroindustri berkelanjutan. (MHT/Rz)