Kepala PKSPL IPB University Ulas Urgensi Adaptasi Teknologi Sektor Perikanan

Kepala PKSPL IPB University Ulas Urgensi Adaptasi Teknologi Sektor Perikanan

Kepala PKSPL IPB University Ulas Urgensi Adaptasi Teknologi Sektor Perikanan
Berita

Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, Prof Yonvitner mengatakan bahwa adaptasi teknologi bagi sektor perikanan dan kelautan merupakan sebuah keharusan. “Kita harus beradaptasi dengan cepat dan cermat di era disrupsi, termasuk di sektor perikanan dan kelautan,” ungkap Prof Yonvitner dalam konferensi internasional Seafood and Fisheries Emerging Technologies (SAFET) 2023 di Westin Resort Bali, belum lama ini.

Namun, kata dia, upaya tersebut harus didukung oleh masyarakat, termasuk para pelaku usaha. Teknologi terbaik yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan peningkatan produksi hanya dapat segera diterima dengan upaya edukasi yang tepat bagi masyarakat dan pelaku usaha perikanan.

“Penelitian dan pengalaman PKSPL IPB University dalam mengimplementasikan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi pakan dan produktivitas pada kegiatan budi daya laut di Kepulauan Seribu telah menjadi edukasi bagi masyarakat. Sistemnya diintegrasikan dengan budi daya laut masyarakat dengan menggunakan kecerdasan buatan secara presisi”, ujar Prof Yonvitner.

Konferensi bertajuk ‘Impact at Scale for a Sustainable and Resilient Future’ ini dihadiri oleh 30 negara delegasi dari seluruh dunia. Konferensi internasional dan pameran SAFET tahun ini merupakan kolaborasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), PKSPL IPB University dan ID Food.

“Kegiatan ini akan menjadi ajang untuk mengelaborasi penelitian, inovasi, dan teknologi. Bukan hanya sekedar memamerkan inovasi individu, melainkan mencari inspirasi untuk saling terintegrasi untuk dapat mengisi kebutuhan inovasi dan teknologi masa depan di bidang penangkapan dan budi daya ikan,” paparnya.

Prof Rokhmin Dahuri yang mewakili Menteri KKP menyampaikan, Indonesia memiliki ekosistem laut yang besar yang terkandung sumber daya makanan laut dan perikanan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, garis pantai sepanjang 108.000 km (terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada).

“Sekitar 75 persen dari total luas wilayahnya (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE Indonesia) diselimuti oleh laut dan samudera. Selain itu, sekitar 30 persen dari total wilayah daratannya ditutupi oleh ekosistem air tawar termasuk sungai, danau, dan waduk,” ujarnya.

Oleh karena itu, sebutnya, Indonesia memiliki salah satu potensi produksi berkelanjutan terbesar untuk sumber daya kelautan dan perikanan, yaitu sekitar 115 juta ton per tahun.

“Indonesia menyambut baik implementasi rekomendasi konferensi SAFET yang bertujuan antara lain untuk mengatasi tantangan besar dalam dunia perikanan tangkap, akuakultur, industri pengolahan ikan, dan pemasaran. Hal ini dilakukan dengan menerapkan teknologi dan inovasi baru termasuk teknologi Industri 4.0, memastikan konservasi jangka panjang, dan pemanfaatan sumber daya hayati laut dan ekosistem secara berkelanjutan,” tuturnya.

Prof Rokhmin berharap pertemuan ini akan menyoroti dan mengeluarkan perkembangan teknologi terbaru yang dapat digunakan untuk mengelola perikanan tangkap dan perikanan budi daya secara berkelanjutan. Dengan demikian, upaya tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya nelayan dan pembudi daya ikan secara adil dan berkelanjutan. (nad/Rz)