Ini Keunggulan Inovasi Sosial IPB University ‘Kampung Ramah Keluarga’

Ini Keunggulan Inovasi Sosial IPB University ‘Kampung Ramah Keluarga’

Ini Keunggulan Inovasi Sosial IPB University ‘Kampung Ramah Keluarga’
Riset

IPB University meluncurkan salah satu inovasi sosial yaitu ‘Kampung Ramah Keluarga’. Inovasi ini digagas dan dikembangkan oleh Prof Euis Sunarti dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB University. Kampung Ramah Keluarga resmi dikenalkan dalam acara IPB Innovation Expo dan Launching Riset Aksi Sosial, Jumat (29/9) di Botani Square, Bogor.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berinteraksi bahkan bertransaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam, dan yang terdekat berada dalam satu kesatuan wilayah terkecil yang bernama kampung. Masalah dan tantangan yang dihadapi keluarga saat ini dan di masa depan, membawa kepada kesadaran semakin penting bagi keluarga untuk melakukan transaksi positif dengan lingkungan terdekatnya untuk membangun kampung yang ramah keluarga.

“Manfaat utama inovasi sosial model Kampung Ramah Keluarga yaitu keterjaminan efektivitas, percepatan, juga terobosan pembangunan dan penyelesaian masalah maupun tantangan keluarga,” kata Prof Euis.

Lebih lanjut ia menjelaskan, model Kampung Ramah Keluarga bersifat holistik-komprehensif, meliputi seluruh dimensi-aspek-sektor pembangunan dan pendekatan-metode-teknik yang komprehensif. Dalam implementasinya menuntut sinergitas antar seluruh sektor dan stakeholder pembangunan keluarga, terutama pemberdayaan keluarga itu sendiri dan seluruh komponen dalam kesatuan kampung.

“Kampung Ramah Keluarga berfokus pada sisi hulu yaitu pencegahan sebagai inti perlindungan keluarga. Namun sekaligus menangani sisi hilir yaitu penanganan masalah yang dihadapi. Model ini juga memperhatikan aspek jaminan keberlangsungan, survival, resiliensi, dan keberlanjutan (sustainability) upaya peningkatan ketahanan, kesejahteraan, kualitas keluarga, termasuk kelompok yang rentan,” terang dia.

Program Kampung Ramah Keluarga mencakup aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan turunannya yaitu ketahanan pangan, pola nafkah, keterampilan kerja, gizi, sanitasi, juga kesehatan lingkungan. Pemberdayaan dengan ragam pendekatan dan metode seperti penyuluhan, pelatihan, aksi gotong royong, bantuan pangan dan gizi, layanan kesehatan dan konseling kepada kelompok individu, keluarga, dan masyarakat rentan dan kelompok yang membutuhkan peningkatan kapasitas, menjadi aksi dari inovasi sosial ini. Demikian halnya dengan peningkatan modal sosial dan kapasitas kelembagaan dalam masyarakat kampung.

Meskipun menggunakan istilah ‘Kampung’ yang semula merujuk kepada satuan wilayah di perdesaan, tetapi Kampung Ramah Keluarga juga berlaku di wilayah perkotaan. Istilah ‘Kampung’ digunakan untuk mempertahankan ikatan sosial dan kekerabatan yang erat antar pertetanggaan yang seringkali juga merupakan keluarga besar (extended family) yang senantiasa menyediakan dukungan sosial bagi keluarga inti (nuclear family).

“Istilah ‘kampung’ digunakan walau di wilayah perkotaan. Hal itu agar para keluarga bertransaksi sosial membentuk pertetanggaan seperti keluarga besar atau extended family,” kata Prof Euis.

Kampung Ramah Keluarga merupakan bagian bahkan inti dari ‘Pembangunan Wilayah Ramah Keluarga’. Konsep ini melibatkan berbagai pihak (pemerintah dan nonpemerintah) yang bekerja sama menciptakan suatu wilayah yang memiliki kapasitas daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang tinggi, serta sarana prasarana infrastruktur yang memungkinkan keluarga menjalankan fungsinya secara seimbang. Upaya ini juga bertujuan agar para keluarga bisa memperoleh mata pencaharian yang menyejahterakan.

Prof Euis menuturkan, pembangunan wilayah ramah keluarga mendorong keluarga bertransaksi (materi, energi, informasi) dengan lingkungannya (alam, sosial, dan lingkungan yang dibangun manusia) secara baik dan positif agar pada gilirannya mendatangkan hasil berupa feedback yang positif. Dengan cara itu, memungkinkan tercapainya kehidupan keluarga berkualitas dan lingkungan yang berkualitas dan berkelanjutan. Transaksi keluarga yang tidak baik dengan lingkungan menyebabkan penurunan daya tampung lingkungan dan daya dukung alam, juga daya dukung sosial.

“Pengembangan inovasi sosial Kampung Ramah Keluarga di era digital dan Indonesia 4.0 menjadi aset penyiapan masyarakat menuju ‘Society 5.0’. Namun demikian, kekuatan ‘human, family and social capital’ yang menjadi spirit Kampung Ramah Keluarga hendaknya dikuatkan oleh informasi mengenai ragam perubahan sosial ekonomi dan prediksi konsekuensinya terhadap perubahan potret kehidupan keluarga,” paparnya.

Karena itu, menurut Prof Euis, diperlukan rekomendasi antisipasi perluasan kerentanan dan ancaman terhadap keluarga akibat perubahan global. Untuk kepentingan tersebut, pemanfaatan secara optimal sistem digital, IoT dan big data untuk memprediksi dan memberikan rekomendasi kebijakan strategis pembangunan keluarga adalah keharusan. (*/Rz)