Duet Shahnaz Haque dan Guru Besar Berikan Edukasi untuk Tenaga Kependidikan SKHB IPB University
Artis sekaligus pembawa acara, Shahnaz Haque memberikan edukasi mengenai etika dan peningkatan capacity building kepada tenaga kependidikan (tendik) IPB University. Kegiatan ini diselenggarakan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University di Aula Transformasi, Kampus Dramaga.
Dekan SKHB University, Dr drh Amrozi dalam sambutannya mengatakan, pelatihan ini bertujuan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) di IPB University khususnya bagi tenaga kependidikan (tendik), mulai dari tenaga kebersihan, petugas keamanan, tenaga administrasi, hingga pranata laboratorium pendidikan. “Sebab, tendik merupakan lini terdepan yang mewakili wajah IPB University,” jelas Dr Amrozi.
Pelatihan ini bekerja sama dengan Agrianita yang diikuti oleh 96 orang tendik di lingkungan SKHB serta perwakilan dari masing-masing fakultas/sekolah.
“Ketika kita ingin menanamkan suatu kegiatan menjadi kebiasaan, maka ingatlah rumus 2190 bolong 2, yang maknanya lakukan selama 21 hari agar terbiasa, lalu ditambah 90 hari atau tiga bulan agar kebiasaan tertanam kuat, dan boleh tidak melakukannya tidak lebih dari dua hari. Maka kebiasaan itu akan tertanam kuat pada diri kita,” ujar Shahnaz mengawali materinya.
Lebih lanjut, Shahnaz memaparkan tentang 9 level emosi manusia, dimana 6 level merupakan emosi negatif dan 3 level merupakan emosi positif. Apatis, sedih, takut, rakus, marah, dan sombong merupakan bagian dari emosi negatif, sementara semangat, menerima, dan damai bagian dari emosi positif.
“Kenali level emosi kita dan level emosi orang yang sedang kita hadapi. Kita harus bisa mengontrol perilaku dan ucapan agar kita bisa memberikan layanan prima,” imbuhnya.
Selain Shahnaz, kegiatan ini juga mengundang Prof Arief Sabdo Yuwono. Guru Besar IPB University ini mengenalkan cara pemilahan dan pengomposan yang merupakan bagian dari pengelolaan sampah berkelanjutan.
“Sebanyak 50-70 persen sampah rumah tangga di Indonesia merupakan sampah dapur yang bisa dikomposkan. Jika kita bisa mengelola sampah organik dengan pengomposan, serta sampah nonorganik bernilai ekonomi kita sedekahkan ke pemulung, maka yang perlu diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) akan berkurang banyak,” jelas Prof Arief.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pengomposan dibantu dengan maggot atau larva black soldier fly (BSF). “Sampah yang dikomposkan dengan larva BSF tidak berbau, mempercepat proses pengomposan, serta hasil kompos berkualitas tinggi. Produk kompos dapat dijual, termasuk maggot bisa dijual untuk sumber protein pakan ternak,” ungkapnya.
Peserta juga berkesempatan mengunjungi Taman Semangat, sebuah tempat pembuangan akhir (TPA) di lingkungan Kampus IPB Dramaga. Di lokasi ini, peserta dapat melihat langsung bagaimana IPB University memilah dan mengolah berbagai jenis sampah yang dihasilkan oleh warganya. (AP)