Prof Hefni Effendi Paparkan Peran Persetujuan Lingkungan dalam FoLU Net Sink 2030

Prof Hefni Effendi Paparkan Peran Persetujuan Lingkungan dalam FoLU Net Sink 2030

Prof Hefni Effendi Paparkan Peran Persetujuan Lingkungan dalam FoLU Net Sink 2030
Berita

Prof Hefni Effendi, Guru Besar IPB University memaparkan peran persetujuan lingkungan dalam Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030. Dalam talkshow di Festival Lingkungan Iklim Kehutanan dan Energi (LIKE) EBT Road To COP 28 UAE 2023 itu, ia menjelaskan bahwa Net Sink adalah kondisi di mana tingkat serapan karbon sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi sektor FoLU.

“Seluruh sektor di negeri kita harus menurunkan emisinya sesuai komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris 2015. Dalam perjanjian itu, Indonesia akan menurunkan emisi karbon hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri dan penurunan emisi sebanyak 41 persen dengan bantuan internasional. Komitmen ini diperkuat dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang diajukan pada 2017,” kata Prof Hefni saat acara yang dilaksanakan di Indonesia Arena Senayan Jakarta ini.

Dalam rangka mencapai target pengendalian emisi gas rumah kaca (GRK), pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dan rencana aksi, di antaranya Peraturan Presiden (Perpres) No 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Terdapat pula Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 168 Tahun 2022 tentang Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim.

Prof Hefni yang juga Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University mengatakan, upaya penurunan emisi diutamakan pada sektor kehutanan. Akan tetapi, semua usaha/kegiatan yang harus mengurus persetujuan lingkungan juga berperan penting dalam upaya penurunan emisi.

“Hal ini karena untuk memperoleh persetujuan lingkungan harus dilakukan kajian yang berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Untuk mendapatkan surat keputusan kelayakan lingkungan hidup (SKKLH) maka hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan mesti memenuhi 10 kriteria kelayakan lingkungan hidup,” tuturnya.

Ia menuturkan, sejumlah kriteria kelayakan lingkungan tersebut sangat berkaitan dengan kebijakan FoLU Net Sink. Salah satu kriteria adalah lokasi usaha/kegiatan tidak boleh berada di kawasan lindung. Pasalnya, kawasan lindung berperan dalam jasa ekosistem pengaturan (regulating), yakni berupa carbon sequestration, bisa berupa carbon sink atau carbon source.

Kriteria lainnya, lanjut Prof Hefni, adalah usaha/kegiatan harus taat pada regulasi lingkungan hidup. Misalnya taat pada ketentuan emisi yang diperkenankan dilepaskan ke dalam ruang udara ambien. Hal ini sangat terkait dengan pelepasan emisi GRK oleh usaha/kegiatan.

“Kriteria kelayakan lingkungan lain berupa keharusan untuk memperhatikan spesies flora (tumbuhan) kunci dan kepentingan dari segi ekosistem dari calon lokasi usaha/kegiatan. Hal itu juga sangat terkait dengan jasa ekosistem yang berkaitan dengan FoLU Net Sink. Keharusan untuk mematuhi daya dukung dan daya tampung (carrying capacity), pun juga sangat menyokong kebijakan ini,” jelasnya.

Festival LIKE EBT Road to COP 28 UAE 2023 ini merupakan kegiatan digagas oleh Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, (16-18/9).