PKSPL IPB University Selenggarakan Workshop Bahas Pemulihan Ekosistem Mangrove
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University menyelenggarakan Workshop: Pemulihan Ekosistem Mangrove dengan topik “Menanam atau tidak menanam?,” 30/8.
Prof Yonvitner, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, menyampaikan bahwa, mangrove ibarat wanita (ibu) yang elok dan selalu memikat. Maka, katanya, banyak sekali yang ingin memanfaatkan dan ingin menjadi anak untuk mengasuh.
“Jaid, mangrove mana yang akan kita pulihkan, dan berapa besar serta berapa lama harus dipulihkan?” ujar Prof Yonvitner, pemantik awal pada diskusi.
Dosen IPB University itu melanjutkan, dalam menerbitkan wilayah landscape mangrove, maka perlu dikomunikasikan bersama stakeholders baik pemerintah, swasta, masyarakat dan akademisi. Dengan demikian, semua pihak dapat berkontribusi dalam pengelolaan dan atau rehabilitasi mangrove.
Sejatinya, kata Prof Yonvitner, mangrove memiliki fungsi dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat pesisir, baik secara ekologi maupun ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan yang dapat memberi informasi yang menyeluruh kepada masyarakat dan memberikan pandangan yang lengkap terkait ekosistem mangrove.
Mangrove memegang peranan penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDG) pilar ke-14, yang berfokus pada tata kelola laut dan pantai kita secara berkelanjutan. Mangrove tidak hanya memiliki nilai yang sangat besar bagi masyarakat lokal, tetapi juga pada aspek memulihkan hutan bakau yang akan mendukung pencapaian banyak SDG lainnya, termasuk pengentasan kemiskinan dan kelaparan (SDG 1 dan SDG 2), memastikan mata pencaharian dan pertumbuhan ekonomi (SDG 8), mengambil tindakan melawan dampak perubahan iklim (SDG 13) dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati (SDG 15).
“Dalam pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat, masyarakat Indonesia masih menyukai adanya reward pada sebuah kegiatan pengelolaan mangrove, ini penting menjadi indikator dalam rehabilitasi mangrove dari sisi Masyarakat,” kata Prof Yonvitner, dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Ia menambahkan bahwa falsafah dalam pemulihan mangrove kuek pantai karano bakau, rusak bakau hancualah kito, dengan makna rusaknya mangrove maka hancurlah ekosistem kita.
Prof Yonvitner menambahkan, mangrove sendiri memiliki ekosistem unik dan kompleks, yang keberadaannya pada monospecific zone seringkali sejajar dengan garis pantai. Distribusi zona mangrove dipengaruhi oleh gradasi salinitas, frekuensi genangan, pasang surut dan geomorfologi, nutrient availability, soil sulphide dan redox levels, species competition, dan light availability to seedling.
Ekosistem mangrove juga menjadi penghubung bagi ekosistem daratan termasuk manusia dengan ekosistem laut. Melalui koneksi inilah mangrove menyediakan fungsi dan jasa lingkungan yang berlimpah baik di tingkat lokal, regional maupun global.
Prof Yonvitner menerangkan, paling tidak ada tiga fungsi jasa lingkungan mangrove, pertama, habitat dan nursery function. Mangrove merupakan habitat tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis fauna dan biota laut.
“Kedua, coastal protection and erosion control, dimana mangrove menjadi buffer zone dalam menstabilisasi sedimen dan purifikasi air, perlindungan garis pantai, erosi, mitigasi bencana seperti tsunami dan badai,” kata Prof Yonvitner.
Ketiga, mangrove sebagai nutrient cycling and carbon sequestration. Mangrove dalam banyak penelitian memiliki kemampuan untuk menyimpan huge stocks of carbon, baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan yang jauh lebih besar dibandingkan kemampuan menyimpan karbon di hutan-hutan terrestrial.
Kesatuan landscape mangrove yang menjadi objek pengelolaan menjadi sorotan untuk segera disusun regulasi dalam pengelolaan mangrove nasional. Dengan berlangsungnya workshop ini diharapkan akan terwujud berkelanjutan untuk kedaulatan masyarakat pesisir dan kebermanfaatan untuk pengelolaan mangrove.
Turut Hadir dalam pembukaan workshop, Dr Sahar Manaor Pangabean, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves). Selain itu, wprkshop juga dihadiri oleh beberapa instansi akademisi seperti Universitas Sumatera Utara, Universitas Diponegoro, Politeknik Ahli Usaha Perikanan dan dari NGO seperti Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Kelompok Kerja Perencanaan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangroe, serta dari instansi pemerintah seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta kelompok Masyarakat. (*/ra)