PKSPL IPB University Selenggarakan Konferensi Internasional Pengelolaan Pesisir Terpadu dan Bioteknologi Kelautan

PKSPL IPB University Selenggarakan Konferensi Internasional Pengelolaan Pesisir Terpadu dan Bioteknologi Kelautan

PKSPL IPB University Selenggarakan Konferensi Internasional Pengelolaan Pesisir Terpadu dan Bioteknologi Kelautan
Berita

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, menyelenggarakan konferensi internasional Pengelolaan Pesisir Terpadu dan Bioteknologi Kelautan di Bali, 12-13/9. Kegiatan ini bekerja sama dengan GEF/UNDP/PEMSEA Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase 2 (ATSEA-2), Archipelagic and Islands States (AIS) Forum dan The German Academic Exchange Service (DAAD).

Rektor IPB University, Prof Arif Satria dalam sambutannya menyampaikan bahwa IPB University berkomitmen untuk terus menghasilkan riset-riset berkualitas dan berkontribusi pada upaya pembangunan resiliensi masyarakat dan sumber daya pada level nasional maupun global. Ia menyebut, konferensi ini merupakan salah satu bentuk komitmen IPB University dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.

“IPB University terus berusaha menciptakan inovasi dan karya-karya yang bermanfaat dalam memajukan agro maritim terutama di Indonesia,” kata Prof Arif Satria.

Sementara, Prof Yonvitner, Kepala PKSPL IPB University mengatakan, pesisir dan laut Indonesia pada hari ini mendapat tantangan besar mulai dari sampah, degradasi mangrove, deplesi ikan, illegal fishing dan lain-lain. Oleh karena itu, katanya, konferensi ini diharapkan menjadi pool bagi pembelajaran baik untuk mengatasi masalah-masalah pesisir dan laut.

“Peran dunia akademis dan riset menjadi penting untuk memberikan solusi-solusi inovatif terhadap masalah pesisir dan laut hari ini,” katanya.

Prof Yonvitner menerangkan, konferensi internasional ini merupakan konferensi keempat setelah sukses diselenggarakan sebanyak tiga kali di IPB University, Bogor. IPB University juga telah berhasil melaksanakan International World Seafood Congress di Malaysia. Selain keberhasilan dalam menyelenggarakan konferensi, even-even di atas telah menghasilkan ratusan publikasi ilmiah yang dapat menjadi bahan pembelajaran bagi publik mengenai pendekatan-pendekatan dan inovasi terkait pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan serta penerapan ekonomi biru di masa-masa yang akan datang.

Dr. Areta Aprilia, mewakili UNDP Indonesia, menyatakan bahwa ekonomi biru diperkirakan memiliki potensi nilai sebesar US$ 6 triliun per tahun dan terus berkembang dengan cepat. Ia menerangkan, salah satu faktor penyebabnya adalah meningkatnya permintaan produk seafood.

“Diperkirakan permintaaan akan seafood akan meningkat 50 persen pada tahun 2050. Artinya, kita harus menemukan cara baru agar dapat mempertahankan keberadaan sumber daya dan memenuhi kebutuhan yang terus meningkat tersebut sambil menangani tantangan pada ekonomi biru yakni perubahan iklim, pencemaran perairan maupun penangkapan ikan berlebih,” katanya.

Dr Vivi Yulaswati, Deputi Menteri Bappenas untuk urusan Kelautan dan Sumberdaya Alam menerangkan, secara global, tantangan Indonesia akan makin besar di mana akan terjadi peningkatan kompetisi atas sumber daya. Selain itu, perubahan iklim berpotensi mendatangkan ancaman kerusakan yang besar. Perubahan paradigma ekonomi dan ekonomi biru merupakan strategi baru sebagai pilar pertumbuhan yang akan mentransformasi Indonesia menjadi salah satu negara yang kuat berbasis maritim.

La Budza, sebagai perwakilan DAAD Jakarta, mengajak dan terbuka bagi pihak manapun yang hendak menjalin kerjasama riset dengan pemerintah Jerman. Terutama bagi mereka yang memiliki kesamaan visi untuk menjalankan praktik pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan.