Peneliti PKSPL Ikuti Training Gender Equality and Social Inclusion Training bersama Konsorsium FOCUS
Sebanyak empat peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University mengikuti training Gender Equality and Social Inclusion Training (GESI), 18-19/9. Training ini sebagai bagian dari pengayaan dalam implementasi program Fisherfolks Empowerment for Climate Resilience and Sustainability (FOCUS) dukungan Norad di pesisir utara Jawa Tengah.
Training GESI yang dilaksanakan di Bogor ini difasilitasi oleh Yayasan HIvos sebagai koordinator program FOCUS. Pelatihan juga menghadirkan pelaksana dari konsorsium FOCUS lain yakni PKSPL IPB University, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Selama pelatihan GESI, partisipan diajak untuk membedah kembali akar masalah terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan berbasis gender pada berbagai konteks seperti konflik agraria, intoleransi, perundungan, maupun kebencanaan. Selain itu, partisipan juga diajak memahami apa dan bagaimana melakukan safeguarding atau upaya untuk mencegah ketidakadilan berbasis gender dan melindungi kelompok rentan.
Training ini juga mengajak partisipan untuk menggunakan pendekatan interseksionalitas guna memahami bagaimana persepsi suatu subyek atas sebuah fenomena akan sangat tergantung pada keunikan pribadi atau latar belakang pengetahuan subyek yang berkelindan dengan permasalahan kelembagaan dan struktur sosial politik yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, persoalan ketimpangan gender dan eksklusi sosial bukanlah semata persoalan individu ataupun hanya sebatas perilaku melainkan hasil jalinan institusional struktural yang kompleks. Namun, karena struktur ini sudah saling belit dan berjalan lama, masih dibutuhkan kerja keras untuk menghadirkan perspektif baru atau untuk membongkar struktur yang tidak adil tersebut.
“Training GESI ini meningkatkan kesadaran dan keterampilan saya dalam memaknai isu-isu perempuan dan komunitas dalam konteks penelitian. Saya belajar pentingnya mentransformasikan prinsip-prinsip GESI dan safeguarding dalam setiap tahapan penelitian untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas, relevan dan berdampak positif bagi masyarakat” ungkap Retia Revany, salah satu peneliti PKSPL IPB University yang turut berpartisipasi dalam pelatihan ini.
Pada konteks program FOCUS, di mana penerima manfaatnya adalah masyarakat pesisir, PKSPL IPB University melihat bahwa selama ini masih terbangun persepsi keliru bahwa sektor perikanan adalah ranahnya laki-laki. Padahal ditemukan banyak fakta bahwa, perempuan juga mengambil peran sebagai penangkap ikan, pembuat jaring, pengolah ikan maupun pelaksana dalam perdagangan ikan. Artinya, dimensi kerja nelayan sangatlah luas yang tidak membedakan jenis kelamin.
Term nelayan tak seharusnya diterjemahkan dengan kata “fisherman” namun dengan term “fishers” atau “fisherfolks” yang lebih inklusif. Oleh karena itu, keberadaan nelayan perempuan harus diakui secara hukum dan dalam catatan kependudukan karena terkait dengan hak-hak yang melekat sebagai sebuah profesi. Invisibility perempuan dalam perikanan membuat perempuan tidak pernah dihitung sebagai nelayan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak dan perlindungan sesuai undang-undang RI.
“Pada langkah awal untuk menemukenali persoalan ketimpangan di sektor pengelolaan pesisir Jawa Tengah, PKSPL IPB University saat ini sedang menyusun profil pesisir dan sumberdaya dengan menambahkan perspektif GESI ini untuk memastikan apakah kebijakan, regulasi maupun mekanisme operasional yang selama ini sudah ada di pesisir utara Jawa Tengah sudah inklusif dan responsif terhadap permasalahan gender ini,” ungkap Yoppie Christian, salah satu peneliti dari PKSPL IPB University.
Pasca pelatihan ini, partisipan berharap bahwa implementasi program FOCUS ke depan dapat lebih responsif dan mampu menangkap isu-isu terkait marginalisasi perempuan atau kelompok lain. Dalam kajian lapang yang dilaksanakan oleh PKSPL IPB University sebelumnya, ditemukan indikasi bahwa perubahan iklim terasa lebih berat bagi kaum perempuan dan nelayan-nelayan muda. Peserta pelatihan juga berharap agar output yang dihasilkan oleh program dapat membangun konstruksi alternatif sebagai narasi tandingan atas narasi keliru yang selama ini ada di publik terkait nelayan perempuan. (yop)