SBRC IPB University Bersama BPDPKS Sosialisasi Manfaat Minyak Makan Merah, Baik untuk Kesehatan dan Pencegahan Stunting
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University bersama Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) menyelenggarakan Sosialisasi Manfaat Minyak Makan Merah untuk Kuliner dan Kesehatan (11/8) di Bandung. Kegiatan ini sebagai upaya mengedukasi dan meluruskan persepsi masyarakat terkait minyak makan merah.
“Persepsi minyak goreng yang baik di masyarakat adalah minyak yang bening. Padahal, di dalam minyak makan merah terkandung berbagai nutrisi penting seperti Vitamin A, Vitamin E dan beta karoten yang masih tinggi. Minyak makan merah juga relevan dengan kebijakan jangka pendek pemerintah pada tahun 2024 untuk menekan stunting,” ungkap Helmi Muhansah, Kepala Divisi Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) BPDPKS.
Helmi menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu upaya BPDPKS dalam menyosialisasikan dan mempromosikan kebaikan sawit dalam menghadapi kampanye negatif terhadap sawit Indonesia. Pengolahan minyak kelapa sawit menjadi minyak makan merah akan mendukung peningkatan nilai tambah sawit yang dapat dirasakan langsung manfaatnya, terutama di level petani sawit.
“Minyak makan merah merupakan salah satu produk hasil riset yang berpotensi untuk dikomersialisasikan. Divisi UKMK BPDPKS siap memberikan support agar minyak makan merah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang lebih luas,” imbuhnya.
Kepala SBRC IPB University, Dr Meika Syahbana Rusli menyampaikan pengolahan minyak sawit merah menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan para petani sawit dan mendukung program sirkular ekonomi yang direncanakan pemerintah. Ia menyebut, sekitar 42 persen produksi kelapa sawit di Indonesia dihasilkan dari perkebunan sawit rakyat. Selama ini tandan buah segar (TBS) dari kebun diteruskan ke pabrik crude palm oil (CPO), sehingga nilai tambah sawit dominan masih dinikmati oleh perusahaan besar.
“Proses pengolahan minyak sawit menjadi minyak makan merah dapat dijalankan pada kapasitas olah yang lebih kecil, sehingga terjangkau oleh para petani sawit dan dapat dijual langsung. Sosialisasi ini diharapkan mampu membuka peluang potensi pemanfaatan minyak makan merah untuk berbagai produk olahan,” tambah Dr Meika.
Hal yang perlu diperhatikan saat konsumsi adalah bagaimana menjaga agar kandungan karoten dan fitonutrien lainnya tetap terjaga selama pengolahan. Hal itu dapat dilakukan dengan mencegah pemanasan yang berlebih.
BPDPKS berperan dalam mengelola dana pungutan ekspor CPO untuk mendukung sektor kelapa sawit Indonesia. Dana ini lalu dikembalikan lagi ke masyarakat, salah satunya dalam bentuk dana penelitian Grant Riset Sawit. Tujuannya untuk mendukung sawit berkelanjutan dan kegiatan promosi sawit baik, seperti kegiatan sosialisasi minyak makan merah ini.
Sebagai penutup, Dr Tatang Hernas Soerawidjaja, Komite Riset BPDPKS ikut memberikan opininya. “Selama ini dilakukan pemurnian minyak sawit dengan menghilangkan warna merahnya atau pigmen beta karoten. Namun, setelah pemurnian diwajibkan fortifikasi dengan vitamin A yang masih diimpor,” tuturnya.
Padahal, masih menurut Dr Tatang, beta karoten dapat diuraikan oleh tubuh menjadi dua molekul vitamin A yang sangat penting dalam pencegahan berbagai penyakit seperti gangguan penglihatan dan stunting.
“Potensi isolasi beta karoten sendiri dari CPO sangat besar. Ini terjadi sebelum proses biodiesel dilakukan, mengingat jumlah CPO yang mencapai 10 juta ton saat ini dikonversi menjadi biodiesel,“ tandasnya. (*/Rz)