Prodi PSL Sekolah Pascasarjana IPB University Undang Profesor Kelas Dunia dari Jepang Bahas Remote Sensing
Program Studi (Prodi) Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB University menyelenggarakan Studium Generale by World Class Professor (WCP) tahun 2023 di Ruang Situ Cikaret, Kampus Baranangsiang. Studium generale menghadirkan Prof Satoshi Tsuyuki dari The University of Tokyo mengangkat tema ‘What is Remote sensing? And It’s Application to REDD+ in Tropical Forest’ dihadiri 53 civitas prodi PSL dan Dr Syartinilia Sekretaris Prodi magister PSL SPs University sebagai moderator.
Program WCP 2023 merupakan program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI dalam rangka percepatan capaian target jumlah publikasi internasional pada tahun 2024. Program ini bertujuan mengundang profesor kelas dunia dari berbagai perguruan tinggi ternama dalam negeri maupun luar negeri sebagai visiting professor. Mereka akan ditempatkan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, para peneliti Indonesia juga dikirimkan ke institusi asal visiting professor, salah satunya Dr Syartinilia dosen IPB University yang dikirim ke The University of Tokyo.
“Program WCP 2023 ini dimaksudkan agar dosen maupun peneliti dapat berinteraksi dengan profesor ternama dan unggul, sehingga mampu meningkatkan kehidupan akademis, kompetensi, kualitas dan kontribusinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan penguatan sistem inovasi nasional. Selain itu, pencapaian indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi juga menjadi target keluaran dari kegiatan ini. Program ini menitikberatkan luaran wajib salah satunya adalah joint publication pada jurnal internasional bereputasi (Q1),” ujar Dr Syartinilia.
Prof Satoshi Tsuyuki memaparkan bahwa remote sensing memiliki banyak keunggulan dalam melihat kondisi tutupan lahan dibandingkan dengan metode lain seperti ground check. Remote sensing lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan juga luasan areal yang dipantau. “Akan tetapi remote sensing juga memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat mendeteksi land use atau penggunaan lahan,” imbuh dia.
Ia menambahkan bahwa cara kerja remote sensing sangat ditentukan dengan reflectance atau pantulan dari objek untuk dapat diidentifikasi. Setiap objek memiliki spectral reflectance yang berbeda meskipun secara kasat mata sulit dibedakan. Kondisi tutupan awan, iklim dan polusi suatu daerah dapat mempengaruhi hasil dari penginderaan jauh. “Untuk mendapatkan hasil terbaik, perlu diambil hasil potret udara dengan tutupan awan yang paling minim,” tambahnya.
Prof Satoshi Tsuyuki menjelaskan fokus pada aplikasi dan penerapan remote sensing dalam hutan tropis salah satunya dengan Light Detection and Ranging (LiDAR) yang dapat dimanfaatkan melakukan assessment biodiversitas di hutan alam. “Salah satu keluaran dari penggunaan LiDAR adalah didapatkannya nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI),” jelasnya.
Dalam rangkaian Program WCP tahun 2023 di Indonesia, Prof Prof Satoshi Tsuyuki selanjutnya memberi materi di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB University dan Direktorat Konektivitas Global IPB University. (HBL/Rz)