Pakar IPB University Usulkan Pengendalian Laju Resistensi Antimikroba Menggunakan Pendekatan One Health

Pakar IPB University Usulkan Pengendalian Laju Resistensi Antimikroba Menggunakan Pendekatan One Health

Pakar IPB University Usulkan Pengendalian Laju Resistensi Antimikroba Menggunakan Pendekatan One Health
Berita

Guru Besar IPB University, Prof Agustin Indrawati mengungkapkan bahwa Antimicrobial resistance (AMR) merupakan kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, fungi dan parasit menjadi resisten atau kebal terhadap antimikroba. Antimikroba yang dimaksud meliputi (antibiotik, antivirus, antifungal, antiparasit) yang sebelumnya efektif untuk menekan atau membunuh mikroorganisme tersebut.

“Hal ini terjadi karena mikroba mengalami perubahan sehingga obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi menjadi tidak efektif,” katanya dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, 24/8.

Berdasarkan laporan Central of Disease Control (CDC), bahwa pada tahun 2013 setidaknya ada 2 juta orang di Amerika Serikat menderita infeksi serius oleh bakteri yang resisten. Tidak hanya itu, sedikitnya 23 ribu orang meninggal dunia setiap tahun akibat langsung dari resistensi antibiotik.

Lebih lanjut, Prof Agustin menerangkan bahwa peningkatan penggunaan antibiotik menyebabkan kejadian resistansi semakin cepat. Hal ini terutama di negara berkembang karena antibiotik dapat diakses bebas tanpa resep baik untuk manusia, hewan, tumbuhan dan sektor budidaya. Umumnya, antibiotik digunakan sebagai pengobatan, pencegahan penyakit ataupun pemicu pertumbuhan pada hewan dan tumbuhan.

Menurutnya, pemerintah di Indonesia sudah menjalankan trend pengendalian resistensi antimikroba. “Dalam hal ini Kementerian Pertanian menggunakan rencana aksi nasional itu mulai dari 2020 sampai 2024, melakukan evaluasi kemudian diperpanjang sampai 2029 karena ternyata masih banyak hal yang belum bisa dilakukan,” ungkapnya.

Dosen IPB University itu menuturkan bahwa apabila diamati, hampir setiap rumah saat ini biasa menyimpan antibiotik yang digunakan ketika terjadi gejala penyakit. Beberapa antibiotik tidak hanya digunakan untuk manusia tetapi digunakan juga untuk hewan dan tumbuhan.

Menghadapi kenyataan ini, katanya, maka dibutuhkan suatu tindakan yang cepat dan tepat untuk mencegah krisis global baik dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, sistem keamanan produksi pangan dan lingkungan.

Ia juga mengulas, pada dunia peternakan penggunaan antibiotik tidak hanya digunakan sebagai terapeutik atau pengobatan saja. Tetapi antibiotik juga dimanfaatkan sebagai campuran pakan untuk memacu pertumbuhan dan juga digunakan sebagai pencegah penyakit.

“Risiko AMR dapat ditimbulkan pada manusia dengan perolehan langsung melalui pangan asal hewan yang mengandung AMR. Transmisi bakteri resisten dalam lingkungan merupakan reservoir penting seperti tanah, air, industri, limbah pertanian, dan berbagai ekologi yang tercemar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan melalui konsep “One Health” yaitu melalui tindakan kolaboratif antar-disiplin dan multi-domain pada skala lokal, nasional, dan internasional,” ujar Prof Agustin Indrawati, dosen IPB University dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis.

Ia melanjutkan, keberhasilan implementasi One Health memerlukan kerjasama dari mitra kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan melalui komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi. Pelaksana yang relevan dalam pendekatan One Health meliputi profesionalitas di bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan, lingkungan, dan bidang keahlian lainnya.

“Dengan demikian, selama masih ada penyakit infeksius penggunaan antimicrobial masih diperlukan untuk penyembuhan sehingga diperlukan langkah nyata dalam memperlambat laju resistensinya dengan cara penggunaan antibiotik secara bijak dan tepat, menjaga sanitasi, hygiene dan menjaga keamanan pangan,” pungkasnya. (Ns/ra)