Dr Eva Anggraeni: Implementasi Konsep Blue Economy Dapat Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

Dr Eva Anggraeni: Implementasi Konsep Blue Economy Dapat Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

dr-eva-anggraeni-implementasi-konsep-blue-economy-dapat-menjawab-tantangan-ketahanan-pangan-nasional-news
Riset

Pandemi COVID-19 dan krisis geopolitik telah mempengaruhi produksi pangan dunia. Ditambah lagi dengan perubahan iklim dalam 10 tahun terakhir membawa pengaruh terhadap sumber daya alam dan perubahan hidrologis.

Menurut, Direktur Konektivitas Global IPB University, Dr Eva Anggraeni, konsep ekonomi biru dapat menjawab tantangan tersebut. Urgensi ekonomi biru dapat mendorong pemanfaatan sumber daya laut berkelanjutan dan sangat relevan dengan target pembangunan berkelanjutan secara global. Urgensi tersebut terus menguat dalam beberapa tahun terakhir, terlebih dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan.

“Indonesia harus siap menghadapi tantangan ini sebagai negara kepulauan yang rentan terdampak efek perubahan iklim. Di sisi lain ini menunjukkan potensi besar dan memposisikan diri sebagai pionir dalam implementasi ekonomi biru,” ujarnya dalam Seminar Nasional Pra Musyda Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Banyumas dengan topik ‘Pembangunan Pertanian dan Perikanan Terpadu untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional’ (5/5).

Dr Eva menjelaskan, konsep ekonomi biru sangat komprehensif. Dalam penerapannya, perlu ada pergeseran paradigma di Indonesia dan dunia, walau bukan proses yang mudah. Perlu ada tekad dari pemerintah didukung dengan literasi dan awareness dari masyarakat.

“Ekonomi biru juga telah diadaptasi oleh IPB University melalui konsep Agromaritim 4.0 yang dikembangkan sebagai roadmap penelitian. Inovasi Agromaritim 4.0 diarahkan untuk mendorong ketahanan pangan melalui teknologi yang lebih efisien, produktif dan terintegrasi,” imbuh dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan ini.

Untuk mewujudkan transisi ekonomi biru, Dr Eva menegaskan bahwa Indonesia perlu memperbaharui indikator ekonomi dan melakukan transformasi kelembagaan di berbagai level, terutama di level masyarakat serta memperkuat regulasi dan kebijakan.

“Pengembangan ekonomi biru juga memiliki keterkaitan dengan sektor bioenergi dan bioprospeksi yang dapat dimanfaatkan untuk menjawab krisis energi dan kesehatan. Dalam penerapannya, Indonesia perlu memikirkan neksus lain secara holistik, termasuk sosial ekonomi,” tutupnya (MW/Rz)