Prof Arif Satria: Empat Sifat Rasulullah, Modal Transformasi Menuju Bangsa yang Maju

Prof Arif Satria: Empat Sifat Rasulullah, Modal Transformasi Menuju Bangsa yang Maju

prof-arif-satria-empat-sifat-rasulullah-modal-transformasi-menuju-bangsa-yang-maju-news
Berita

Prof Arif Satria, Rektor IPB University menjelaskan, sifat Rasulullah perlu dicontoh agar dapat membawa bangsa bertransformasi menuju kemajuan. Perubahan ini harus bermodalkan empat sifat Rasulullah SAW yakni shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh.

“Rasulullah SAW memberikan contoh menjadi pemimpin perubahan dengan empat modal. Pertama adalah sifat shiddiq atau berkata jujur sebagai basis integritas,” ujarnya saat memberikan kajian Ramadan dalam acara Semarak Ramadan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Masjid At-Thohir, Depok (11/4).

Ia menambahkan, faktor emotional intelligence (EQ) ini paling berperan dalam kesuksesan. Bahkan, jujur menempati posisi pertama faktor kesuksesan dari berbagai sumber studi.

Sifat kedua, lanjutnya, adalah fathonah atau cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Nilai intelegensi ini perlu dimiliki dan disusul dengan kompetensi tinggi.

Ketiga adalah sifat amanah atau dapat dipercaya sebagai dasar kredibilitas. “Kemajuan bangsa ditentukan oleh high trust society dan ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM),” imbuhnya. Menurutnya, hidup di tengah masyarakat dengan high trust society akan memudahkan kolaborasi yang bersifat substansial, bukan lagi transaksional dan instrumental.

“Inovasi berbasis kolaborasi akan menghasilkan inspirasi dan inovasi berkaitan erat dengan pendapatan per kapita. Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian sifat Rasulullah itu memiliki dimensi sosiologi yang begitu besar,” ucap Prof Arif.

Keempat, Prof Arif menerangkan, ialah sifat tabligh yakni menginspirasi dengan tujuan transformasi dan perubahan menjadi bangsa besar. Hal ini dapat tercapai bila masyarakat dipenuhi oleh agen-agen yang mampu menjalankan fungsi tabligh.

“Transformasi saat ini berbeda dengan jaman Rasulullah. Kini kita menghadapi lingkungan strategis yang luar biasa berbeda. Dalam upaya transformasi ini umat muslim membutuhkan cara berpikir, bekerja dan belajar yang berbeda. Tidak hanya beramal soleh, akan tetapi dituntut untuk menghasilkan kualitas kerja agar mampu bertransformasi,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengingatkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Manusia harus mampu memberikan nilai kebermanfaatan yang besar bagi sesamanya.

“Kita dapat dikatakan sebagai orang terbaik kalau kita bisa memberikan manfaat yang bisa memiliki dimensi yang sangat jangka panjang di mana pun posisi kita,” pungkasnya. (MW/Rz)