Prof Indra Jaya Berbicara Soal Potensi Sumber daya Ikan di Rapat Kerja Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan
Salah satu dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Prof Indra Jaya diundang oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Tahun 2023 di Semarang, Jawa Tengah.
Pada agenda Rakernis ini, Prof Indra yang juga Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) diminta menyampaikan beberapa poin terkait potensi sumber daya ikan (SDI) Indonesia. Ia juga menerangkan opsi kebijakan pengelolaan SDI meliputi potensi, tingkat pemanfaatan dan kesehatan SDI serta kebijakan perikanan terukur dan keberlanjutan SDI.
“Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) beririsan wilayah lain seperti Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh sebab itu, pengelolaan SDI di Indonesia berjalan sinergis dengan beberapa organisasi pengelolaan perikanan regional di sekitar perairan Indonesia,” tutur Guru Besar IPB University itu.
Organisasi pengelolaan perikanan regional atau Regional Fisheries Management Organization (RFMO) yang berada di sekitar perairan Indonesia antara lain Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) dan The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT).
“Ada tiga daerah WPP yang beririsan dengan daerah IOTC, dua daerah WPP beririsan dengan WCPFC dan enam daerah yang masih berada dalam perairan Kepulauan Indonesia,” ujar Ketua Komnas Kajiskan saat menyampaikan paparanya di Gumaya Tower Hotel Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, kajian stok ikan di Indonesia dilakukan berdasarkan pengelompokan jenis ikan meliputi pelagis kecil, pelagis besar, demersal, ikan karang, udang, lobster, kepiting, rajungan dan cumi-cumi pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Hasil (output) utama pengkajian SDI adalah maximum sustainable yield (MSY) yang mengindikasikan jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan agar ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap tetap lestari. “Pada beberapa WPP terlihat kelompok ikan tertentu dapat dikatakan telah mengalami tangkap lebih atau overfished,” jelas Prof Indra.
Menurutnya, status stok SDI menjadi faktor penting penentuan opsi pengelolaan perikanan sehingga dapat diarahkan pada bagaimana pengelolaan yang dilakukan bisa menjadi adaptif. Langkah itu juga untuk mendorong praktik perikanan yang berkelanjutan dan bagaimana mencegah overfishing serta menjaga kesehatan populasi SDI. Pemahaman stok SDI juga penting dalam menyeimbangkan tujuan ekologi, ekonomi dan sosial.
“Untuk mewujudkan perikanan tangkap, dibutuhkan teknologi dan transformasi digital sejak awal hingga akhir (hulu-hilir) yang dapat merekam dan melaporkan aktivitas yang ada secara akurat dan berkesinambungan. Kunci sukses implementasi pengelolaan perikanan tangkap terukur terletak pada pendataan dan pelaporan,” imbuh Prof Indra.
Ia menekankan, kemajuan teknologi pengumpulan data sangat dibutuhkan dalam pengambilan data perikanan agar mampu menampung data-data mentah yang melimpah. Selain itu, teknologi juga dibutuhkan dalam pengolahan data perikanan yang banyak, contohnya dalam pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
“Pengimplementasian teknologi ini juga harus memberikan hasil akhir yang cepat dan tepat, step-wise dan adaptif, serta lokal dan global. Pengimplementasian ini tidak perlu dilakukan secara langsung tetapi secara bertahap (adaptif),” pungkasnya. (AFD/RAT/Rz)