Usia, Syukur, dan Foot Print
Semua hari itu penting. Namun hari ini terasa lebih penting karena menjadi momentum untuk semakin mengetahui bahwa usia bertambah yang berarti kesempatan hidup makin berkurang. Karena itu tak ada jalan lain selain membuat hidup harus makin berarti.
Apa itu hidup berarti? Hidup berarti adalah meningkatnya satuan output dan impact per satuan waktu dalam hidup kita. Impact pada siapa? Tentu pada sesama dan alam semesta. Hidup berarti adalah hidup yang bermanfaat untuk orang lain karena kata Nabi: khoirunnaas anfa’ahum linnaas, yang artinya sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat buat sesama. Lagu Anugerah yang kuciptakan beberapa tahun lalu mengisahkan tentang hal tersebut, tentang renungan pertambahan usia.
Agar hidup berarti, maka sisa hidup harus disyukuri dengan memperbanyak foot print atau jejak-jejak kaki yang memiliki impact lebih besar dimana pun kita berada dan dalam posisi apapun. Semakin banyak bersyukur maka nikmat akan bertambah (QS Ibrahim 7).
Mengapa nikmat bertambah, karena mestinya semakin bersyukur berarti kita semakin mendayagunakan anugerah iman, akal, fisik, dan anugerah kemerdekaan untuk mengemban misi rahmatan lil alamin, membawa rahmat bagi seluruh alam. Bersyukur adalah kerja menghasilkan karya untuk kelebihbaikan.
Bersyukur adalah ikhtiar
produktif. Semakin produktif dengan ide dan karya yang menginspirasi orang lain akan meningkatkan multiplier effect dari produktivitas kita. Inilah asal muasal kemajuan. Kemajuan akan tercipta mana kala semua orang membuat foot print yang menyejarah dan menginspirasi, yang berdampak pada munculnya foot print-foot print baru yang terus menggelinding ibarat bola salju yang makin membesar dan membesar. Akhirnya kita pun merasakan nikmat dari hasil foot print-foot print orang lain yang terus menggelinding dan membesar tersebut. Disinilah, kita makin menyadari bahwa semakin banyak memberi maka akan semakin banyak menerima. Bagi kita, semakin banyak mengamalkan ilmu maka akan bertambah ilmu kita. Tentu premis ini mensyaratkan mentalitas pembelajar bagi orang berilmu. Orang berilmu tidak statis tapi dinamis karena terus belajar dan belajar mencari ilmu.
Kemajuan itu takdir, dan takdir kemajuan terjadi karena sebuah proses dari kerja akal kita yang merupakan anugerah Allah SWT. Allah SWT itu Maha Berkehendak dan apapun bisa terjadi kalau Allah mengatakan Kun Fayakun. Namun Allah pada saat yang sama juga menghargai proses, itulah yang disebut Sunatullah. Man jadda wajada, barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan mendapatkan kemajuan. Kemajuan adalah hasil sebuah proses kerja akal budi dan nurani kita.
Proses kerja adalah kontekstual. Ada dimensi ruang dan waktu yang harus diperhitungkan. Karena konteks zaman dulu berbeda dengan sekarang. Karena itu kekuatan syukur kita juga sangat tergantung pada pemahaman kita tentang konteks zaman baru ini. Pemahaman yang baik tentang konteks kekinian mestinya membuat proses kerja sebagai tindakan syukur kita lebih memberikan impact yang makin berarti. Disinilah kita akan punya andil pada kemajuan. Kita akan punya andil pada perubahan. Kita akan punya andil pada munculnya sejarah baru dan peradaban baru. Inilah mimpi kita bersama. Yaitu, menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang dalam bahasa kekinian artinya menjadi trend setter perubahan.
Sekali lagi, pertambahan usia harus kita maknai sebagai pertambahan produktivitas dan impact dari tindakan syukur kita. Semoga dengan pertambahan usia, maka hidup kita makin berarti. Dan semua hasil dari tindakan syukur kita yang berarti ini akan menjadi bekal penting ketika suatu saat kita harus berjumpa kehadirat Allah Swt sebagai bentuk pertanggungjawaban atas atas nikmat dan anugerah dunia yang luar biasa ini.
Renungan kecil ini kita tutup dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu),” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud z. Lihat Ash-Shahihah, no. 946).
Goettingen, 17 September 2019