Guru Besar IPB University: Diprediksi Luas Kebakaran Hutan 2019 Lampaui 2018
Sudah seperti pola hidup, isu kebakaran hutan tiap tahunnya pasti selalu muncul ke permukaan. Isu yang tak kunjung padam ini menarik banyak perhatian dari berbagai pihak, khususnya akademisi. Himpunan profesi Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) dari Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University mengadakan forum kajian berjudul Green Generation in Discussion of Environmental and Agricultural Economics (Greentea) di Kampus Dramaga, Bogor, Kamis (25/9).
Greentea II ini mengambil tema “Kebakaran Hutan, Isu Kontinu yang Tak Kunjung Padam” dan mengundang dua praktisi di bidang penanganan kebakaran hutan. Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University, Prof Bambang Hero Saharjo, dan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga alumni IPB University, Ardi Yusuf, SHut, MAgr.
Prof Bambang adalah seorang pakar kebakaran hutan dan telah bekerja dalam bidang ini selama lebih dari 20 tahun. Prof Bambang mengatakan bahwa dampak dari kebakaran hutan tidak hanya berdampak bagi alam, melainkan juga dampak sosial, ekonomi, bahkan hubungan antar negara.
“Dampak yang paling ditakutkan tentunya dampak bagi kesehatan. Pada 2015, di Palangkaraya ditemukan asap berwarna kuning. Setelah diteliti, baru diketahui bahwa ada 90 gas yang terdeteksi pada asap, yang 50 diantaranya adalah gas beracun. Sekarang sedang diselidiki bagian mana dari kebakaran tersebut yang menghasilkan gas beracun,” kata Prof Bambang.
Lebih lanjut Prof Bambang mengatakan, pada tahun 2006, emisi karbon Indonesia akibat kebakaran hutan menduduki peringkat ke-3. Di tahun 2015, emisi gas rumah kaca Indonesia melebihi emisi Jerman dan Jepang. Diprediksi, jumlah hutan yang terbakar di tahun ini akan melampaui angka di tahun 2018, yaitu 510.504 hektar.
Beberapa upaya untuk menanggulangi kebakaran hutan pun telah dilakukan. Salah satunya pemberian edukasi pada anak usia sekolah. “Kita lakukan edukasi dari anak Sekolah Dasar (SD). Mereka sangat antusias,” jelas Prof Bambang. Tidak hanya bidang edukasi, bidang pertanian pun kerap dilakukan seperti menanam nanas di daerah gambut. Selain itu, pembuat electric power plant juga dikembangkan. Alat ini dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar tujuh megawatt dan dibuat dari bahan baku yang biasanya dibakar.
Di lain pihak, Ardi Yusuf membahas isu ini dari sisi hukum. Sebagai penyidik, Ardi mengatakan bahwa penegakan hukum bagi para tersangka kebakaran hutan sudah cukup baik. “Sejak 2001, kita sudah menjatuhkan hukuman denda pada perusahaan. Meski banyak yang belum membayarkan dendanya, tapi penegakan cukup baik. Pertanyaannya, kenapa kejadian ini masih terulang?” tanya Ardi pada hadirin.
Ardi mengaku, meski penegakan hukum sudah baik tapi pelaksaannya belum cukup terintegrasi. Contohnya, kondisi lahan gambut yang tidak sepenuhnya basah dapat memicu kebakaran hutan.
Terakhir Prof Bambang dan Ardi berpesan, sebagai akademisi harus peduli dengan cara aksi nyata. Jangan menjadi pesakitan yang hanya bisa mengkritik usaha pemerintah dan instansi. Buktikan, dan implementasikan ilmu langsung di lapangan. (ASK/ris)