Demam K-Pop, Mahasiswa IPB University Teliti Nilai Ekonomi Wisata Korea

Korea Selatan merupakan salah satu negara maju di kawasan Asia Timur yang sektor perekonomiannya mengalami perkembangan pesat. Selain sektor ekonomi, sektor industri pariwisata Korea Selatan juga mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan jumlah wisatawan yang berwisata ke Korea Selatan tidak terlepas dari maraknya fenomena Hallyu yang melanda dunia. Hallyu atau Korean Wave adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produk kebudayaan populer Korea Selatan yang berhasil diekspor ke negara-negara lain di wilayah Asia, Eropa, maupun Amerika.
Tiga mahasiswa dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH) 2019 melakukan riset nilai ekonomi wisata bagi Korea Selatan akibat hallyu dengan travel cost method. Tim ini terdiri dari Roro Ganes Aryani Haryanata, Hanipa Kurniawati dan Harina Sadar yang dibimbing oleh Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si.
Roro, ketua tim PKM ini menyampaikan, rata-rata wisatawan yang berkunjung ke Korea berusia 20-21 tahun, usia ini merujuk pada usia remaja akhir. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi pendidikan seseorang, maka minat seseorang untuk berwisata pun akan meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin luas pengetahuan informasi mengenai Korea Selatan yang didapatkan sejalan dengan rasa keingintahuan yang semakin tinggi dan berdampak pada meningkatnya minat berwisata.
Menurut Roro, keuntungan dari adanya Hallyu bagi Indonesia antara lain mempengaruhi hubungan bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan, terutama dalam bidang industri kreatif dan pariwisata. Korea Selatan terkenal dengan dunia medis dan bisnis kecantikannya. Teknologi maju dengan harga yang terjangkau dibandingkan negara pesaingnya. Hal ini menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu alasan wisatawan berkunjung ke destinasi wisata medisnya.
“Indonesia dapat belajar dari Korea Selatan untuk dapat mewujudkan destinasi wisata kesehatan. Berdasarkan riset yang kami pelajari, terdapat rencana pembangunan resort anti-aging pertama di dunia di Pulau Laki di Kepulauan Seribu sebagai pendukung perwujudan Health Tourism Destination di Indonesia,” tutur Roro.
Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan agar dapat menambah daya tarik wisata lokal seperti wisata yang ada di Korea Selatan yaitu melakukan promosi pariwisata Indonesia baik melalui media sosial maupun media lainnya. Ini untuk memberikan daya tarik lebih bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Selain itu, diperlukan adanya perhatian dari pemerintah dalam membangun dan mengembangkan kawasan wisata yang dimiliki Indonesia.
“Kami berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rekomendasi solusi untuk meningkatkan pariwisata domestik serta memberikan dampak positif sebagai bahan evaluasi pemerintah dalam menerapkan kebijakan pariwisata dalam negeri,” tandas Roro (FI/ris)