Kuliah Umum Kebencanaan Letjen TNI Doni Monardo di IPB

Kuliah Umum Kebencanaan Letjen TNI Doni Monardo di IPB

n-a-news59
Berita

“Bencana alam seharusnya menjadi pembelajaran sekaligus guru yang berharga bagi kita maupun pemerintah. Untuk itu, upaya meminimalisasi korban sangat penting dibutuhkan. Langkah antisipasi perlu disiapkan dari jauh-jauh hari sehingga pada saat bencana alam terjadi, masyarakat siap menyelamatkan diri,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letnan Jenderal TNI Doni Monardo saat memberikan kuliah umum di Institut Pertanian Bogor (IPB), di Kampus IPB Dramaga, Bogor (19/3). Pada kesempatan yang sama, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara IPB dengan BNPB, Universitas Majalengka, Universitas Kuningan, Politeknik Negeri Jember dan Kwartir Daerah Pramuka Jawa Barat.

Pada tahun 2018, berdasarkan data BNPB saja, tercatat 2.572 kejadian bencana yang terjadi di tanah air. Merenggut 4.814 orang korban jiwa, 21.083 luka-luka dan 10,3 juta jiwa mengungsi. Kerugian bangunan tercatat 574.838 rumah rusak dan 2.699 unit fasilitas umum juga mengalami kerusakan akibat bencana. 

“Dari kejadian gempa saja, potensi kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 405 triliun, belum termasuk potensi kehilangan ekonomi jangka panjang akibat kejadian bencana. Karena pengaruh dari kejadian bencana terhadap dinamika ekonomi bangsa ini sangat tinggi maka  harus dikelola secara baik.

Ia menuturkan bencana terus datang di bumi tercinta, kita dikagetkan dengan bencana banjir bandang di Sentani yang menelan korban lebih 70 orang jiwa. Begitu juga beberapa daerah lainnya ikut mengalami hal yang sama seperti di Merauke, Yogyakarta dan gempa susulan di Lombok. Banyaknya kejadian bencana dan kerugian yang ditimbulkannya, maka perlu suatu upaya sinergis dalam mengantisipasi bencana alam di kawasan tersebut (coastal city warning). 

Berdasarkan data yang dihimpun, Indonesia termasuk dalam peringkat 35 besar negara dengan risiko bencana tinggi dimana lebih dari 40 persen penduduk terpapar bencana. Ancaman bencana di Indonesia meliputi 200 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari tsunami di Indonesia, 4,8 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari tsunami. 

Indonesia adalah negara tertinggi di dunia yang memiliki jumlah penduduk terpapar tsunami. Di Indonesia terdapat 127 gunung api aktif (13 persen gunung api di dunia), ada 75 kabupaten dan kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari erupsi gunung api di Indonesia dan 3,85 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari erupsi gunung api.

Kemudian 315 kabupaten atau kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari banjir di Indonesia dan 60,9 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari banjir. Sedangkan untuk 404 kabupaten atau kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari puting beliung di Indonesia dan 114,8 juta penduduknya terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari puting beliung. Sementara untuk bahaya gempa 411 kabupaten atau kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari gempa bumi di Indonesia dan 218,2 juta penduduknya terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari gempa. Sedangkan bahaya longsor 274 bupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari longsor di Indonesia dan 124 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari longsor.

“Penduduk di kawasan bencana juga perlu diberikan pendidikan bencana sejak awal. Pemerintah dan perguruan tinggi harus dapat mengubah pola pikir masyarakat agar menjaga lingkungan, hutan dan sungai. Banyaknya limbah di sungai-sungai berakibat pada ikan tercemar merkuri limbah yang sangat berbahaya. Pohon-pohon di hutan jangan terus ditebang karena hutan dapat menyerap air dan bisa mengatasi banjir dan sunami. Untuk itu masyarakat diberikan pemahaman pentingnya menjaga itu semua, mereka juga harus dilatih agar tahu apa yang diperbuat apabila bencana datang. Murid-murid perlu dilatih untuk mencari tempat perlindungan seperti berlindung di bawah meja sekiranya tidak sempat mengosongkan bangunan. Mereka yang bekerja di bangunan tinggi mesti dilatih untuk mengosongkan bangunan dengan cepat dan tepat sekiranya terdapat alarm mengenai bencana.

Sementara Rektor IPB, Dr. Arif Satria mengatakan bahwa sekarang merupakan era kolaborasi atau era kebersamaan yang saling melengkapi dalam menunjang kebutuhan. Untuk itu IPB melakukan nota kesepahaman kerjasama sebagai awal untuk meningkatkan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi, BNPB dan Kwartir Daerah Pramuka Jawa Barat. 

“Di era kolobarasi ini, kita tidak mungkin mengerjakan sesuatu sendiri-sendiri lagi. Kemampuan kalaborasi sekarang menjadi kemampuan di masa depan, karena skill yang diperlukan atau kompetensi yang diperlukan di era sekarang antara lain kemampuan kolaborasi, kemampuan komunikasi dan kemampuan kreativitas. Terkait dengan bencana yang sering menimpa tanah air Indonesia, bencana alam bisa terjadi karena faktor alam dan bisa terjadi akibat ulah manusia. Manusia sendiri yang menyebabkan terjadinya bencana itu sendiri. Untuk itu tugas semua stakeholder baik pemerintah maupun perguruan tinggi untuk memberikan pengarahan yang terus menerus kepada masyarakat akan pentingnya menjaga alam,” kata Rektor.

Rektor menambahkan, masyarakat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi bencana. Dengan harapan kesiapsiagaan tersebut dapat bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam mengantisipasi dan meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Semua dapat dilakukan dengan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan. (Awl/Zul)