Capai SDGs, Peneliti IPB Lakukan Riset Jejak Karbon pada Keluarga Petani Polewali Mandar

Capai SDGs, Peneliti IPB Lakukan Riset Jejak Karbon pada Keluarga Petani Polewali Mandar

capai-sdgs-peneliti-ipb-lakukan-riset-jejak-karbon-pada-keluarga-petani-polewali-mandar-news
Riset

Sebagai upaya mendorong Sustainable Development Goals  (SDGs) agar pembangunan sesuai kebutuhan generasi saat ini tanpa harus mengorbankan kebutuhan generasi di masa depan,  peneliti International Center of Applied Economics and Finance (InterCAfe) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), Dr. Muhamad Amin Rifai, Dr. Nunung Nuryartono dan  Dr. Mohammad Iqbal Irfany melakukan penelitian “Jejak Karbon Berdasarkan Konsumsi Rumah Tangga: Studi Kasus pada Rumah Tangga Petani Kakao di Polewali Mandar”.

Menurut  Dr. Muhamad Amin Rifai, Polewali Mandar adalah pusat produksi kakao di Sulawesi Barat dengan produktivitas 0,45 ton per hektar  pada 2015. Pada tahun 2011 hingga 2015, produktivitas kakao di Polewali Mandar mengalami penurunan. “Tren produksi dan produktivitas kakao di Indonesia berkurang, baik di tingkat nasional maupun regional. Ini akan mempengaruhi pendapatan bagi petani kakao terhadap total pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum tentang jejak karbon berdasarkan konsumsi rumah tangga petani kakao dan analisis indikator yang mempengaruhi jejak karbon di Polewali Mandar,” papar Dr. Muhamad Amin.
 
Dr. Muhamad Amin Rifai menyampaikan bahwa penelitian ini merupakan multi disiplin ilmu di bawah proyek penelitian "Profitability and Sustainability of  Cocoa in Indonesia" yang didanai oleh Australia Indonesia Center bekerja sama dengan Sydney University, Universitas Hasanuddin, dan IPB.

Penelitian ini mencakup bagaimana produksi kakao, pemasaran, perdagangan, akses finansial dan aspek kesehatan petani. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa pendapatan memiliki peran penting terhadap jejak karbon yang dihasilkan. Bahan bakar, alat penerangan dan transportasi merupakan pengeluaran jejak karbon tertinggi petani. Karena itu, penelitian ini menyarankan agar rumah tangga perlu mengurangi konsumsi barang atau jasa dengan intensitas emisi tinggi. 

“Tida hanya itu, pemerintah harus dapat mendorong warga bagaimana  efisiensi energi dengan kebijakan yang mendukungnya dengan menciptakan energi lebih ramah lingkungan berupa energi terbarukan, dan juga angkutan umum rendah emisi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Dalam riset ini diketahui  jejak karbon paling tinggi akibat konsumsi bahan bakar masih didominasi bahan bakar fosil,” kata Dr. Amin.
 
Dr. Muhamad Amin menambahkan penelitian ini menggunakan data primer dengan teknik wawancara dan survei pada rumah tangga tangga petani kakao di Kabupaten Polewali Mandar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran petani kakao dihabiskan untuk konsumsi rumah tangga yakni pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras, biji-bijian, telur, daging dan ikan. Konsumsi tertinggi petani adalah ikan dan daging. Sementara itu, pengeluaran rumah tangga petani kakao yang digunakan untuk telekomunikasi dan pajak adalah yang paling sedikit. Berdasarkan pada hasil perhitungan jejak karbon yang dihasilkan oleh petani kakao, konsumsi bahan bakar ringan dan transportasi berkontribusi paling banyak jejak karbon. 

Tingkat pengeluaran rumah tangga petani kakao dibagi menjadi lima kelompok pendapatan dari kaya ke miskin. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan kelompok petani, semakin tinggi jejak karbon yang dihasilkan.

“Selain itu, rumah tangga dengan pendapatan besar menghasilkan jejak karbon yang lebih besar dari rumah tangga miskin. Rumah tangga kaya menghasilkan jejak karbon 1,66 kali lebih besar dari rumah tangga miskin. Tingkat pendapatan memiliki efek positif pada jejak karbon, berarti bahwa peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan jejak karbon,” ujar Dr. Amin. (dh/ris)