IPB Siap Jembatani Perbedaan Data Beras Nasional

IPB Siap Jembatani Perbedaan Data Beras Nasional

ipb-siap-jembatani-perbedaan-data-beras-nasional-news
Berita

Kisruh perbedaan data produksi beras Indonesia masih terus berlanjut. Hal ini terlihat dari perbedaan hasil perhitungan yang dilakukan dengan pendekatan Kerangka Sampling Area (KSA) dengan hasil perhitungan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan). KSA ini hasil kerjasama BPS dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 

Berdasarkan KSA, luas baku sawah berkurang dari 7.75 juta hektar pada tahun 2013 menjadi 7.1 juta hektar pada tahun 2018. Adapun potensi luas panen pada tahun 2018 mencapai 10.9 juta hektar, sementara proyeksi Kementan 15.5 juta hektar.

Perbedaan data luasan ini berakibat juga pada perbedaan data produksi beras. BPS menyebutkan bahwa produksi gabah kering giling pada tahun 2018 sebesar 56.54 juta ton atau setara dengan 32.42 juta ton beras, sementara proyeksi Kementan 83.3 juta ton atau setara dengan 48 juta ton beras.

“Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan oleh perencanaan yang baik. Namun dalam perkembangannya, sering terjadi pernyataan dari pejabat negara yang bertolak belakang, khususunya pada data perberasan nasional.  Oleh karena itu, kami di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar workshop ini untuk mengkaji dan memperbaiki metode pendugaan produksi beras nasional yang selama ini digunakan,” ujar Dr. Eva Anggraini, Wakil Kepala LPPM IPB Bidang Kajian Strategis dan Publikasi Ilmiah dalam Workshop Metode KSA untuk Perberasan Nasional di IPB International Convention Center (IICC), Bogor (26/12).

Menurutnya untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan suatu kajian ilmiah yang bersifat independen (di luar BPS dan Kementan) sehingga mampu menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari setiap pendekatan atau bahkan mampu memberikan perbaikan terhadap metode yang digunakan sebagai alternatif. 

Kerangka Sampel Area (KSA) adalah teknik pendekatan penarikan contoh yang menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi. Metode ini berbasis teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), penginderaan jauh, teknologi informasi dan statistika untuk memperoleh data dan informasi pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Lahan baku sawah mencakup 15 sentra produksi beras. Tahun ini akan dilanjutkan ke 18 provinsi lainnya.

Menurut Hermanto, Direktur Badan Statistika Nasional, metodologi KSA digunakan untuk memperoleh data luas panen karena dinilai lebih objektif dan kekinian (berbasis android). Pendekatan KSA tidak hanya melibatkan BPS dan BPPT, tetapi merupakan Tim Nasional yang melibatkan semua komponen yang terkait termasuk Kementan dan Lapan. 

“Kita semua harus bijak, terlalu panjang proses yang dilakukan ketika ingin memperoleh data. Bicara data beras artinya beras yang siap dikonsumsi penduduk. Apa yang terjadi di lapangan adalah kita harus mengukur produktivitas, data luas panen, baru memperoleh data kering panen. Setelah itu ada proses konversi kering giling, baru beras. Itupun harus dikonversi dulu, untuk industri berapa untuk konsumsi berapa. Terlalu banyak hal. Jadi kita harus bijak. Sehingga melalui pendekatan KSA diharapkan mampu menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program Ketahanan Pangan Nasional.

Sementara itu, menurut Guru Besar Statistika IPB, Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS, metode KSA lebih sistematis sehingga lebih akurat. Namun ada beberapa masukan dalam penyempurnaan data KSA. Yakni perlu perbaikan terkait data spasial yang terkendala cuaca awan, solusi untuk bagaimana mengelola data yang keluar dari grid  dan  data yang belum memperhatikan musim, padahal padi termasuk tanaman musim.(dh/Zul)