Mahasiswa Baru IPB Dapat Sosialisasi Anti Radikalisme dari BNPT RI
Sebanyak 3.817 mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor (IPB) mengikuti Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) angkatan 55. Acara pembukaan dilakukan di Graha Widya Wisuda (GWW) Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat (14/8).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Suhardi Alius berikan pencerahan terkait bahaya serta pencegahan radikalisme di hadapan ribuan mahasiswa baru tersebut.
“Tantangan kita semakin besar. Saat ini yang kita butuhkan bukan orang pintar yang tidak punya akhlak. Beruntung kalian bisa masuk IPB. Maka timbalah ilmu di IPB untuk menjadi orang yang pintar dan berakhlak dan kesempatan untuk menjadi pemimpin masa depan. Jangan main-main, niatkan serius belajar. Orang tua kalian setiap malam menangis mendoakan keberhasilan kalian,” ujarnya.
Menurutnya saat ini banyak negara yang punya akses ke Indonesia. Dari Amerika hingga Suriah, punya akses ke Indonesia. Jika melihat percaturan dunia, yang terjadi adalah perang asimetrik, perang kepentingan. Indonesia punya 250 juta jiwa yang menjadi market.
“Makna sumpah pemuda harus direkatkan kembali. Kembalikan nilai kebangsaan. Jangan lupakan sejarah. Jangan stigmakan masalah agama. Bersainglah secara utuh. Mari sama-sama melihat bagaimana menggunakan hati, akal dan logika,” ujarnya.
Komjen Suhardi mencontohkan budaya pendidikan di Jepang yang lebih mengutamakan manner. Bagaimana memperlakukan orang tua yang baik hingga budaya mengantri. Hingga akhirnya orang Jepang menjadi manusia berkarakter dan menjadi orang hebat tanpa meninggalkan jati diri.
“Oleh karena itu, jangan sia-siakan kesempatan menjadi mahasiswa IPB ini, ingat amanat orang tua. Jika ada hal yang menyimpang, ingatkan. Jangan takut bicara untuk menyampaikan pendapat, sepanjang positif,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, BNPT memutar beberapa video tentang upaya teroris dalam merekrut dan mencuci otak korbannya. “Para kelompok teroris biasanya akan melakukan brain washing terhadap calon teroris di usia masih belia. Mereka main target. Dan 63.6 persennya merupakan anak lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahayanya, upaya radikalisme melalui media sosial sudah marak dilakukan. Saat ini para pengguna smartphone (di kalangan anak muda) menghabiskan waktu hingga 181 menit per hari, sehingga mudah sekali pengaruh berjalan, terutama melalui media sosial” tandasnya. (Dh/Zul)