IPB Lakukan Pendataan Pertanian Kabupaten Lombok Utara yang Terdampak Bencana

IPB Lakukan Pendataan Pertanian Kabupaten Lombok Utara yang Terdampak Bencana

ipb-lakukan-pendataan-pertanian-kabupaten-lombok-utara-yang-terdampak-bencana-news
Berita

Tim Aksi Sigap Pusat Studi Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama tim dari LPPM IPB melakukan koordinasi bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lombok Utara (KLU) untuk mengumpulkan data kondisi peternakan dan pertanian pasca bencana gempa.

Koordinasi dipimpin oleh Kepala Bidang Peternakan Kabupaten Lombok Utara Raden Ardhi dan dihadiri Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman kabupaten tersebut. Pertemuan ini memiliki agenda untuk mengumpulkan data kerusakan dan kerugian akibat gempa.

Arahan dari Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Lombok Utara, Ir. H. Melta, harus segera dilakukan pendataan. “Sebentar lagi petani kita akan segera tanam padi. Kita harus mempersiapkan berbagai rencana agar peternak juga tidak mengalami masalah serius,” ujarnya.

Pejabat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Sasongko menyampaikan bahwa BPTP NTB ditunjuk menjadi posko induk dalam merencanakan program rehabilitasi. BPTP NTB akan mengkoordinasikan bantuan yang akan diberikan Kementerian Pertanian (Kementan). “Dalam hal ini kami fokus untuk membicarakan peternakan. Bantuan yang sudah disalurkan yaitu konsentrat dari pakan tebu,” ujarnya.

Dari data yang terkumpul, di Kecamatan Bayan ada 20 ribu sapi. Sebagian besar sapi dalam kondisi baik. Namun di bagian pedalaman kondisinya masih belum terjangkau semua. Prakiraannya sampai saat ini tercatat 16 ekor ternak yang hilang.

Sementara itu dari perwakilan dari Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Denpasar menyampaikan bahwa Kementan sudah mengirimkan 16 ton konsentrat pucuk tebu. Delapan ton ke KLU dan delapan ton di Lombok Timur. “Memang ke depan akan perlu waktu untuk menginventarisir kebutuhan peternak,” imbuhnya.

Dari Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bayan menyampaikan bahwa bangunan UPTD retak di dekat Pasar Anyar. Pertanian saat ini banyak yang kering belum bisa tanam padi. Dan kebutuhan minum masih mengandalkan dari air sungai.

Di desa Kayangan, sampai saat ini tercatat empat rumah kompos hancur. Lumbung pangan juga roboh (tiga dari empat buah lumbung pangan). Lumbung pangan yang dibangun 90 persen ini hancur total.

Peternakan di Kayangan yang banyak mati adalah kambing. Kematian disebabkan karena kandang jatuh dan menimpa kambing. Sementara untuk kondisi peternakan ayam petelur, kandang rusak karena terkena oleh dinding yang roboh.

Raden dari Kayangan melaporkan bahwa di desa Sampet, bantuan itik kini tinggal 100 ekor dari 700 ekor yang diberikan karena tertindih bangunan. Kondisinya juga kurang pakan dan kurang air bersih. Kondisi saat ini yang perlu disiapkan yaitu pakan ternak ayam petelur.

Sementara itu, kondisi desa Sengen mengalami kekeringan karena air sungainya kering. Masyarakat juga memerlukan tangki air bersih terutama di desa Selengin. Di desa Sesaid, lumbung pakannya rusak berat, 15 ekor kambing dan 6 ekor sapi yang mati.

Untuk kondisi di Kecamatan Tanjung, Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) rusak, pasar hewan, dua ekor sapi mati dan tiga lumbung retak ringan dan rusak. Bendungan di Kroya juga mengalami sedikit bocor tapi tidak serius.

Sementara itu kondisi di kecamatan Pemenang, kantor cabang dinas masih bisa dipakai untuk gudang dan mushola. Dilaporkan oleh masyarakat, ada 6 ekor ternak sapi hilang di Telaga Wareng, 2 ekor mati tertimpa tembok. Peternak memerlukan pakan, karena banyak ternak yang ditinggal pemiliknya. Kondisi ternak sebagian masih dilepasliarkan.

Data dari kecamatan Gangga, kondisi rumah warga 98 persen rata dengan tanah. Ternak pribadi dan kandang-kandang komunal berbeda kondisinya. Sapi perorangan banyak diungsikan ke dekat posko penduduk termasuk kambing. Sapi milik pribadi yang dinyatakan hilang sekitar 25 ekor dan belum ditemukan.

Kondisi ternak ayam juga sedang mengalami kesulitan pakan dan air minum. Sementara itu di desa Selengan tenaga pemetik cengkeh tidak ada. Saat ini masuk dalam musim petik namun harganya jelek. Kondisi jalannya rusak dan perjalanannya rawan. Masih ada sekitar 80 ton cengkeh belum bisa keluar. Harga juga anjlok dari Rp.105 ribu menjadi Rp.85 ribu per kilo.

“Dari data-data yang ada tersebut, pendekatannya akan dimulai dengan kelompok tani dan ternak. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok, diprioritaskan menjadi penerima bantuan. Selanjutnya baru diarahkan ke masyarakat yang terkonsolidasi dalam satu area tertentu. Untuk peternak pribadi yang ternaknya masih lepas atau hilang akan diupayakan pengenalan melalui jaringan masyarakat desa,” ujar Dr. Yonvitner, selaku Kepala Pusat Studi Bencana IPB.

Tim dari IPB menyarankan pentingnya memperhatikan kondisi kesehatan ternak. Karena kondisi kritis bagi peternak adalah setelah masa darurat bencana.(**/Zul)